Kampar.Newshanter.com. – Balimau Kasai merupakan suatu tradisi masyaratak di Kampar Riau, sudah bertahun-tahun digelar setiap menjelang bulan ramadhan. Tradisi ini disebut-sebut bernilai wisata dan sudah dikenal luas. Kepala Dinas Pariwisata Kampar, Syamsul Bahri mengakui bahwa tradisi ini masih kontroversi.
Menurut Syamsul, sejumlah pihak masih berpandangan berbeda terhadap makna Balimau Kasai ini sendiri. “Ada yang bilang (Balimau Kasai) tidak ajaran Islam. Masih kontroversilah,” ungkapnya saat ditanya wartaewan sudah sejauh mana tradisi ini dipromosikan sebagai salah objek wisata budaya maupun reliji di Kampar, Kamis (25/5/2017).
Menurut Syamsul, bentuk pelaksanaannya berbeda di tiap lokasi. Masing-masing memiliki makna yang beragam pula. Ia tidak menampik, perbedaan yang ada sudah sepatutnya dijadikan sebagai bahan promosi wisata. Sehingga lebih dikenal lebih mendalam oleh masyarakat luas. Sehingga hal ini menjadi bagian rencana aksi Pemerintah ke depan.
Menurut Syamsul , bukan perkara mudah menghentikan tradisi ini begitu saja jika dinilai tidak Islami. Justru, kata dia, perlu pembinaan bagi masyarakat. “Dilakukan pembinaan saja. Nggak mudah menghentikannya begitu saja. Apalagi seperti di Batu Belah itu, sudah dibangun infrastruktur untuk itu (Balimau Kasai),” ujar Syamsul kepada wartawan tribun pekambaru.
Balimau Kasai sekarang Melenceng
Adat bersandikan Sarak, Sarak bersandikan kitabullah. Semboyan ini merupakan bentuk hubungan erat antara adat dan agama. Semua tentang adat tidak bisa menyalahi dari aturan agama. Lalu bagaimanakah dengan tradisi Balimau Kasai yang berada di masyarakat Kampar, apakah menyalahi aturan agama??
Sementara itu menurut Datuk Bijaksimano ninik mamak pasukuan Piliang Darusman, Spd kepada Derapzone.com Jumat (19/05/17) mengatakan balimau Kasai merupakan salah satu tradisi dan Kebudayaan Kampar yang dahulu nya dilakukan oleh orang-orang yang berada ditepian sungai Kampar saat datangnya bulan ramadhan, “Mandi antara laki-laki di beri sekat saat mandi Disungai Kampar agar tidak bercampur dengan perempuan” ujarnya,
Dijelaskanya bahwa ketika menjelang bulan Ramadhan sanak saudara saling jenguk dan bersilaturahmi sambil membawa makanan ringan dan Limau Kasai.
“zaman dahulu itu, sebelum tradisi Balimau diawali dengan gotong royong, seperti Dimasjid , Jalan, Tepian Sungai dan kuburan selanjutnya dilakukan kegiatan “manjolang sanak keluarga dihari elok, dibulan bayok sambil membawa juada, para orang tua pun telah membuat limau Kasai untuk nantinya digunakan untuk mandi di sungai” ungkapnya,
Ditambahkan Datuk yang juga aktif sebagai tenaga pendidik di SMA N 1 Kampar Utara itum bahwa alasan kenapa dilakukan mandi dengan Limau Kasai.“Zaman dahulu itu juga tidak modern seperti sekarang, tidak ada sampo atau sabun, makanya orang dahulu mandi ditepian sungai dengan membuat alat pembersih badan yang alami, kemudian zaman dahulu itu, dirumah masing-masing warga tidak memiliki sumur makanya mandinya ditepian sungai, jadi ditegaskan bahwa Balimau Kasai tidak ada sangkut paut nya tradisi dengan tradisi umat Hindu atau Budha” ungkapnya
Ketika ditanya mengenai tradisi Balimau bakasai pada era sekarang apakah telah melenceng dari adat, Datuk Bijak mengatakan bahwa untuk saat ini nilai-nilai makna Balimau Kasai telah banyak menyimpang
“yaa jelas, Balimau Kasai sekarang sudah melenceng dan sangat berbeda dengan pada zaman dahulu. Balimau sekarang tidak sesuai lagi dengan adat apalagi Agama. Baik bercampur nya mandi perempuan dan laki-laki, kemudian bergoyang dengan biduan, dan muda-mudi yang berdua-duaan di Tepian Sungai dan maksiat-maksiat lain akibat Event Balimau Kasai yang di maknai salah kaum muda, orang tua dan semua kalangan masyarakat Kabupaten Kampar “tutupnya (DZ/TP/era)