Rugikan Masyarakat, Dua Penimbun BBM Subsidi Hanya Diganjar Hukuman Ringan

  • Whatsapp

Palembang, newshunter.com – Kasus penimbunan BBM subsidi yang selama ini menjadi momok bagi masyarakat ternyata tak selalu berakhir dengan hukuman berat, Agus Riyanto dan Fernandes, dua pria yang terbukti menimbun ribuan liter solar subsidi, hanya dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang, Kamis (6/3/2025).

Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Patti Arimbi SH MH ini sontak menuai perhatian. Pasalnya, meski keduanya terbukti menyalahgunakan distribusi BBM subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat, hukuman yang diberikan jauh lebih ringan dibanding ancaman pidana dalam Undang-Undang.

Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diperbarui dalam UU No. 6 Tahun 2023, pelaku penyalahgunaan BBM subsidi dapat dijatuhi hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar. Namun, dalam kasus ini, Agus dan Fernandes hanya dihukum 1 tahun penjara dengan denda Rp11 miliar. Bahkan, jika tak mampu membayar denda, mereka hanya perlu menjalani hukuman tambahan 1 bulan kurungan.

Vonis ini bahkan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, yang sebelumnya menuntut 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp11 miliar subsider 2 bulan kurungan.

Penimbunan BBM subsidi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan sosial yang berdampak luas. Akibat ulah para mafia BBM ini, masyarakat di berbagai daerah sering kali mengalami kelangkaan solar, antrean panjang di SPBU, dan lonjakan harga yang tidak terkendali.

Dari fakta persidangan, terungkap bahwa Agus dan Fernandes menjalankan aksinya sejak 4 hingga 8 November 2024 di sebuah gudang di Lorong Batu Aji 1, Jalan Tanjung Api-api, Desa Gasing, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin. Dalam kurun waktu tersebut, mereka berhasil menimbun 3.750 liter solar yang diperoleh dari beberapa SPBU di Palembang, seperti SPBU Sukasari Soekarno Hatta, Kebun Sayur, dan KM 10 Sukarami.

Modus yang mereka gunakan cukup rapi. Solar subsidi dibeli menggunakan barcode ilegal yang ditempelkan pada mobil dump truck palsu, lalu dialirkan ke tedmond di gudang penimbunan. Target mereka adalah mengumpulkan 5.000 liter sebelum dijual kepada pihak tertentu yang dikendalikan oleh seseorang bernama Joko (DPO).

Kasus mafia BBM sering kali melibatkan jaringan luas, mulai dari oknum di lapangan hingga pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar. Tak jarang, hukuman ringan seperti ini menimbulkan spekulasi bahwa ada permainan di balik layar.

Hingga kini, sosok Joko (DPO) yang disebut-sebut sebagai otak di balik bisnis ilegal ini masih buron. Apakah upaya pengejaran terhadapnya benar-benar serius? Ataukah kasus ini akan berakhir begitu saja dengan vonis ringan bagi dua pelaku di lapangan?

Putusan ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum. Masyarakat berharap agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera mengajukan banding untuk memastikan hukuman yang lebih setimpal bagi para pelaku. Jika tidak, kasus ini bisa menjadi preseden buruk, di mana mafia BBM merasa tak jera dan terus menjalankan aksinya dengan santai.

BBM subsidi adalah hak masyarakat. Jika mafia BBM terus dibiarkan bermain, maka dampaknya akan semakin luas, dari sektor transportasi hingga industri kecil yang bergantung pada pasokan energi murah dari pemerintah.(Nan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *