Puluhan Tokoh Masyarakat Nagari Sumpur Sampaikan Aspirasi Ke DPRD Tanah Datar

Tanah Datar,newshanter.com – Puluhan pemuka masyarakat Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, yang terdiri dari niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai, tokoh pemuda .tim tanah ulayat nagari Sumpur. Wali Nagari, mendatangi DPRD Tanahdatar, Rabu (4/11/2020).

Maksud kedatangan mereka adalah untuk menjelaskan atau mengklarifikasi berita yang simpang siur perihal tanah ulayat kaum nagari sumpur yang telah bersertifikat hak milik yang di klaim pihak warga Padang Laweh melalo sebagai tanah Ulayat nya.

Yang menjadi pemicu terjadinya tindakan pengrusakan properti di objek tanah yang bersertifikat tersebut yang meluas sampai ke Singkarak Sumpur hotel dan rumah penduduk di sekitarnya tanggal 12 Oktober 2020 yang kasusnya sekarang sedang ditangani polres Padang Panjang.

Menurut tim penyelesaian tanah ulayat masyarakat Sumpur H.Yohanes Syarif, semua sertifikat telah diterbitkan oleh BPN sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Tidak benar tanah ulayat masyarakat Padang Laweh Malalo kami rampas dan kami sertifikatkan secara sepihak, ini adalah tanah ulayat kaum kami masyarakat Sumpur, n sudah d ferifikasi n akui negara ” katanya.

Rombongan tokoh masyarakat tersebut, diterima Ketua DPRD H Roni Mulyadi Dt Bungsu, didampingi Wakil Ketua Anton Yondra, beserta anggota Komisi I Kamrita, Herman Sugiarto, Nurzal Chan, Abu Bakar, Nova Hendria, dan Sekwan Elizar, diruang sidang Komisi III.

“Kami ke DPRD untuk mengklarifikasi informasi yang beredar, sehingga bisa terang benderang sesuai fakta dan data” sambil memperlihatkan kepada media.” salah satu sertifikat hak milik yng asli milik salah satu masyarakat Sumpur yng di permasalahkan warga malalo agar kesalahpahaman ini tidak melebar kemana- mana, sehingga menjadi berita yang propokatif,” kata Yohanes.

“Kami juga minta pada wakil rakyat untuk menindaklanjuti aspiras kami ini, kami berbicara dengan fakta dan data, sehingga tidak menjadi berita hoax,” ujarnya lagi.

Dikatakan H. Yohannes Syarif, masalah batas wilayah administrasi sudah selesai, semenjak thn 1955 dlm SK bupati tanahdatar no 1 thn 1955 di situ disebut rujukan batas Ulayat serta administrasi 3 nagari yaitu bunga Tanjung Sumpur dan Padang Laweh berdasarkan Peta KART VAN DE NAGARIES thn 1896. Yang masih ada kami pegang aslinya. Jadi tidak perlu diperdebatkan lagi. Sebab, Pemkab Tanah Datar pun telah mengeluarkan peta tata ruang pada tahun 2011-2013 yang batas administrasinya sama dengan peta tersebut.

Dimana objek tersebut yang disengketakan itu masuk dalam wilayah administrasi Nagari Sumpur.

“Pemerintah daerah kurang tegas. Tidak perlu kesepakatan lagi, karna peta tata ruang ini telah menyatakan itu wilayah administrasi Nagari Sumpur. Itupun, Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan sertifikat dan jg mengacu pada peta yang jg dibuat pemerintah ” ungkapnya.

Malahan katanya, sangat di sayangkan dia juga menerima informasi yang keakuratan dan kebenarannya diragukan.

“Ada informasi, ada dua sertifikat yang terbit diobjek yang sedang bersengketa tersebut, adalah tidak benar, serta penyerobatan tanah ulayat secara sepihak juga tidak benar,  yang benar masyarakat Sumpur mengajukan sertifikat untuk tanah Ulayat kaumya sendiri ke BPN kemudian di proses secara benar maka terbitlah sertifikat hak milik masyarakat sumpur tersebut. Tidak ada pula investor mensertifikatkan tanah Ulayat, karna investor hanya membeli tanah yng memang sudah bersertifikat hak milik masyarakat Sumpur yng dari dikeluarkan bervariasi dari tahun 1990 an sampai tahun 2020 tegasnya..

Untuk itu, dia menyarankan kepada pihak – pihak yang menyebarluaskan informasi salah tersebut, untuk tidak membuat provokasi atau membuat opini yang bisa menyesatkan masyarakat..

“Jika ada pihak lain yang tidak setuju. Dengan sertifikat tersebut. Silakan gugat kepengadilan, dan tidak membuat provokasi atau membuat opini yang tidak baik ditengah masyarakat,” pintanya.

“Perlu diketahui, sertifikat itu merupakan pengakuan negara yang sudah memverifikasi tanah tersebut lewat BPN terhadap kepemilikan tanah. Kenapa masih diragukan,” tandasnya.

Ia menambahkaan, sertifikat yang diterbitkan oleh BPN diobjek yang disengketakan tersebut. Tidak ada satupun sertifikat asalnya atas nama pihak investor  yang akan membangun nagari untuk kemaslahatan masyarakat banyak.

Dijekaskan H Yohannes, persoalan kerusuhan akibat salah faham ini telah dimediasi Polres Padang Panjang beberapa waktu yang lalu, dalam mediasi tersebut kedua belah pihak sepakat untuk menahan diri dan sepakat hukum adalah panglima sehingga proses hukum baik pidana maupun perdata yang menjadi akses dari permasalahan ini tetap berjalan sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku di negara ini. Namun kesepakatan tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

“Kesepakatan yang dibuat dimapolres Padang Panjang tidak berjalan dengan baik. Dan masih terjadi pemancangan, sepihak oleh warga malalo dan Bunga Tanjung beberapa hari pasca kesepakatan d wilayah administrasi nagari Sumpur dan lainnya,” katanya.

Dia menilai perbuatan tersebut terjadi, karna pemerintahan daerah kurang tegas dalam menangani persoalan ini.

“Sangat disayangkan dan kami merasa kecewa dengan pemerintah daerah. Karna tidak berani memutuskan, jika terjadi konflik sosial siapa yang akan bertanggungjawab?  tentu pemerintah daerah harus bertanggungjawab penuh dalam hal ini,” tuturnya.

Pemda lewat Kesbangpol pasca terjadi pengrusakan di nagari Sumpur oleh pihak yng tidak bertanggung jawab telah menyuruh mendata nilai kerusakan tersebut termasuk 11 sepeda motor yang di bakar sudah kami serahkan tapi sampai hari ini belum ada tindak lanjutnya..

Bahkan ada pihak2 yng ingin proses hukum tentang pengrusakan tersebut di hentikan. Kami menolak karna kita sepakat dengan negara hukum di mana hukum adalah panglima yng bisa memberikan rasa keadilan dan masyarakat. Kenapa harus dihentikan.

Ketua DPRD Roni Mulyadi Dt Bungsu menyatakan semua aspirasi yang disampaikan tersebut, akan ditampung dan ditindaklanjuti.

“Untuk menengahi persoalan ini, semua aspirasi ditampung dan ditindaklanjuti, agar ada titik terang,” katanya.

Ditambahkan Wakil Ketua Anton Yondra, sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD tidak dalam posisi mengambil keputusan, baik itu membentuk panitia khusus (Pansus) ataupun Panitia Kerja (Panja).

“Aspirasi yang disampaikan ini bisa dilakukan dengan mediasi, dan musyawarah mufakat, serta fakta hukum yang bisa menentukan,”
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah daerah lamban dalam menangani persoalan ini, sehingga banyak menimbulkan persoalan baru seperti tapal batas.

“DPRD hanya menyuarakan dan itu tupoksi-nya pemerintah daerah,” ujarnya.

Dia meminta kepada masyarakat, untuk menyelesaikan persoalan ini dengan melakukan musyawarah mufakat, serta menjaga wilayah dimasing – masing nagari tetap kondusif, dan jangan sampai dibawa keranah politik. Dan
Pengambilan keputusan sesuai realita yang ada harapnya (M.Akmal)

Pos terkait