Permasalahan LRT Palembang Tidak Terbendung Biaya Anggaran Listrik 7 Milyar Sebulan

  • Whatsapp
ALT Palembang/ Foto Net

PALEMBANG.NEWSHANTER.COM. Kekhawatiran publik terhadap mega proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang akhirnya menyeruak ke permukaan. Belasan triliun rupiah yang digelontorkan pemerintah untuk mengatasi kemacetan melalui penyediaan moda transportasi yang nyaman, justru menimbulkan masalah baru, yang sulit dibendung oleh pengelola dari mega proyek yang menjadi salah satu kebanggaan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo.

Pengamat sosial, politik dan kebijakan publik, Bagindo Togar melihat, setelah sekian lama mendengar “bisik-bisik” yang mengusik kegalauan publik atas mega proyek LRT Palembang, saat ini tidak terbendung lagi.

Pemerintah dan pengelola bingung campur panik mencari solusi atas pembiayaan operasional yang sangat jauh tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh dari para pemakai jasa angkutan massal tersebut.

Bayangkan saja untuk biaya supplai listriknya saja butuh anggaran lebih dari Rp7 Miliar per bulan belum lagi pos pos pembiayaan lainnya. Sedangkan pendapatan dari operasional LRT tidak mencapai Rp1 Miliar per bulan.

“Bagaimana mengatasi permasalahan ini, karena sapat dipastikan pembiayaan atau anggaran bidang pembangunan terpengaruh negatif atas kondisi ini. Politik anggaran pemerintah tentu mengalami tekanan juga ujian atas permasalahan LRT ini,” ujarnya.

Perlu diketahui, panjang lintasan LRT Palembang sekitar 23,5 km dengan biaya pembangunan hampir sekitar Rp12 Triliun, dan angka itu sangat fantastis memang.

Tapi apa yang dilakukan pemerintah jauh tidak sebanding dengan tujuan juga manfaatannya. Dengan jumlah penduduk Kota saat ini lebih kurang 1,8 juta jiwa, belum tepat untuk Kota ini.

“Jumlah penduduk kita belum mencapai 2 juta apalagi 5 Juta jiwa. Biasanya Moda angkutan massal seperti LRT ini dioperasionalkan di Kota kota penduduknya sangat padat, dinamis serta bermobilitas tinggi. Artinya, moda transportasi ini dirasa belum tepat ada di Palembang,” sampainya.

Moda transportasi seperti LRT juga, dibutuhkan jika kaum kelas menengah, termasuk kaum profesionalnya telah dominan, karena mereka akan sangat tergantung pada moda transportasi cepat untuk mencapai pusat pusat kegiatan ekonomi dari kediaman masing masing.

Realitas serta pola aktifitas sosial ekonomi publik Kota ini, masih belum seperti itu, masih banyak variabel atau instrumen antara harus dipersiapkan untuk menuju kondisi seperti yang dibayangkan oleh para elite atau tokoh.

Coba bayangan bila anggaran belasan atau puluhan triliunan rupiah tadi digunakan untuk peningkatan kwalitas dan kuantitas infrastruktur jalan di seluruh pelosok provinsi ini, jembatan, revitalisasi sungai sungai, sistem drainase, subsidi pupuk bagi perkebunan rakyat, stimulasi industri kreatif, kerajinan masyarakat lokal, bea siswa pendidikan tinggi, membangun sentra sentra pelayanan kesehatan yang modern bagi masyarakat dan banyak lagi.

Maka rakyat akan lebih bangga dan bahagia akan ragam kebijakan pembangunan yang sangat terasa manfaat kesejahteraannya itu, ketimbang pembangunan seperti LRT, Tol yang hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu.

“Semua telah terjadi, padi telah berubah menjadi kerak nasi, rakyat butuh solusi, bagaimana menyelamatkan fungsi ideal atau nasib LRT kota ini kedepan,” imbuhnya.

Alumni Fakultas Ilmu Soisal dan Politik (Fisip) Universitas Sriwijaya (Unsri) ini berharap, kedepan hal ini bukan cuma dengan meratapi atau bahkan menjadikannya sebagai komoditas kritik, politik, kampanye antar pihak yang tengah rebutan simpati para pemilih.

Tidak hanya LRT, projek jalan Tol dan pembangunan plus pengembangan komplex Olahraga Jakabaring Sport City (JSC), juga tak sejalan dengan aspirasi masyarakat lokal/ domestik.

Kedepan para tokoh pemerintahan maupun masyarakat Sumsel, dituntut mengasah ketajaman intuitif serta keintelektualannya ketika merumuskan keputusan juga kebijakan pembangunan yang berbasis pada harapan dan kebutuhan publik, bukan untuk kepuasan sekelompok elite.

“Selanjutnya bagaimana kita untuk sigap dalam meluangkan waktu bersama membedah keberadaan LRT kota ini, agar mampu menemukan konsep strategis yang kelak memberi kontribusi efektif bagi operator LRT, paling tidak mengurangi resistensinya terkait beban pembiayaan fungsional yang akan mengganggu pos anggaran pembangunan pemerintah.(RMOL)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *