MK-FAUZI ADALAH TAKDIR !

foto facebook

DI BALIK KELIBUT POLITIK SUMBAR , MK-SP BAPISAH BUKAN BACARAI, MK-FAUZI UTK SUMBAR MAJU SEJAHTERA
Catatan Politik Pinto Janir melalui media Soisial

MK-FAUZI ADALAH TAKDIR !

Tapi saya tidak percaya. Saya hanya percaya pada takdir Tuhan, bukan takdir politik yang kadang licin dan sulit dipegang.

Politik lokal Sumatera Barat jelang bakal calon menjadi calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota yang di-SK-kan oleh partai pengusung, kelibut memang. Kekelibutan itu makin rarak dan cabik-cabik pasca putusan MK yang menetapkan para legislator yang hendak maju menjadi kepala daerah mesti mundur dari kewakilrakyatan.

Sebagian gamang, sebagian dengan gagah menentukan pilihan. Yang gamang atas berbagai pertimbangan dan kemungkinan-kemungkinan tetap memilih menjadi wakil rakyat. Yang gagah dengan ketetapan, memilih berjuang dan bertarung dalam Pilkada.

Akibat lain, panggung politik berhoyak-hoyak gamang, bertura-tura dalam kira-kira dan harapan dalam sebuah keniscayaan yang tak kunjung niscaya. Perubahan-perubahan dahsyat sekali, dari hari ke hari, bahkan dari jam ke jam, makin tajam atau makin tumpul atau kian berserakan. Saling bongkar pasangan, tak terelakkan.

Terkadang rekomendasi partai yang sama, bukan untuk satu pasang, bisa dua pasang. Makin ke atas, bukan makin jelas, masih samar-samar. Pertimbangan demi pertimbangan makin berkali-kali. Dari Padang menjaga Jakarta, tak terjaga, awas saja ada kemungkinan ‘jaga’ yang lain hidup, jaga yang hidup sirna lagi. Begitu menjelang tanggal 26-27 hingga batas akhir pendaftaran.

Perang urat saraf makin mengguncang. Nan lemah bisa putus-putus atau terjungkang akibat tekanan yang muncul dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, bahkan dari awang-awang. Gerakan dan keputusan makin tak terpastikan.

Untuk calon gubernur dan wakil gubernur, konon sudah sempat matang di Singapura. Sejumlah tokoh dan ketua partai di Sumbar bertandang ke rumah tokoh Sumbar Jefrry Geovani untuk menimang-nimang tokoh yang akan ‘dibawa pulang’.

Masak sepasang, tersebutlah nama Mulyadi dan Fauzi Bahar. Konon, tak tentu siapa yang jadi gubernur atau wakilnya, yang ditentukan kabarnya adalah siapa yang mampu mengusung partai terbanyak, dialah yang akan menjadi calon gubernur.

Mulyadi, anggota DPR RI dari partai Demokrat Dapil 2 Sumbar sungguh berelawan campin. Sosialisai Mulyadi menghebat. Gambar Mulyadi nyaris ada di mana-mana, di tengah kota atau pelosok nagari termulaydikan dengan gambar dan poster itu. Konon, Mulyadi menurunkan relawan yang kabarnya berjumlah 2 ribu orang itu.

Bak badai keras menimpa, putusan MK menerpa. Seakan menerbangkan lembaran-lembaran ‘surat-surat rekomendasi’. Apakah Mulyadi gamang maju? Kabarnya tidak. Mulyadi semula sempat kukuh, tapi entah mengapa, lagu Syahrini seakan menyinggahinya. Maju mundur, maju mundur cantik…cantik…cantik. Sampai akhirnya, Mulyadi memilih Mundur maju! Mundur untuk maju jadi calon.

Sebuah sumber politik memberi kabar, Mulaydi enggan maju karena setelah menerima ‘masukan’ dari ‘elit’ Jakarta. Elit mana, yang sangat berkharisma. Dengan hormat dan terhormat, dengan kedewasaan berpolitik; Mulyadi ‘mendengar’ dan mengurungkan niat maju.
Seperti ada sebuah kesepakatan politik yang seakan-akan diserukan ‘alam’ bahwa untuk mengalahkan incumbent, jangan sampai muncul 3 pasang. Salah satu jalan dan peluang untuk mengalahkan incumbent adalah head to head.
Mulyadi, adalah tokoh Sumatera Barat yang benar-benar menjadikan lembaga DPR sebagai gelanggang untuk kemajuan Sumatera Barat. berbagai lobinya, banyak meloloskan program pembangunan dari Pusat untuk daerah.

Pada akhirnya, Fauzi Bahar seakan sendiri lagi…

Bagaimana dengan pasangan MK-Shadiq? Pasangan ini adalah pasangan ‘berkontrak hati’ dalam niat Sumatera Barat maju dan sejahtera untuk semua. Bahkan kebersamaan itu diwujudkan di atas kontrak kesepakatan yang diteken bersama pula.

Kemana-mana, yang diserukan MK, pasangannya adalah Shadiq. Sumber politik menyebutkan, ketika yang diosong adalah dua nama yang tetap, maka ‘partai’ merasa terdikte secara politik. Mungkin maunya partai, usung dan bawalah satu nama, soal pasangan biar partai yang menentukannya, bukan bakal calon. Tapi MK tetap istiqomah bersama Shadig.

Pada sisi lain, kesepakatan siapa yang jadi gubernur dan siapa yang wakilnya, apakah MK apakah Shadiq….seakan-akan sulit tersepakati dan terdudukkan. Pada ujung di kata penghabisan, kesepakatan ‘diam-diam’ itu mencair dibawa waktu. Maka; jadilah MK-Shadig.

Malah, ribuan baju kaos bergambarkan MK-Shadiq sudah telanjur dicetak…Badai politik seakan lama berlalu.
Segalanya menjadi berderai-derai…seakan-akan kembali kepada keputusan nol…nol politik, nol keputusan….bola menjadi liar dalam keliaran politik yang makin berubah-ubah tiap sebentar….

Nun tak jauh dari Padang yang panas garang, di Padangpariaman, pasca keputusan MK juga terjadi perubahan yang sangat signifikan. Damsuar yang dipasang-pasangkan dengan Syafrinaldi akhirnya ‘mundur’ sebelum jadi. Syafrinaldi lebih memilih tetap menjadi anggota DPRD Padangpariaman. Dan Ali Mukhni dikabarkan hingga tulisan ini dibuat ‘memborong’ banyak partai, sehingga pasangan Damsuar-Yobana dikabarkan ‘sulit’ partai. Jika, hanya Ali Mukhni dan pasangannya yang maju, maka itu adalah petaka politik juga. Bisa jadi, bupati di Padangpariaman dipenjabatkan selama dua tahun. Mudah-mudahan, Padangpariaman ‘gol’ Pilkada serentak.

Kejadian mirip-mirip, juga menerpa Agam. Konon, dari sekian banyak calon yang mengapung, pasca keputusan MK, banyak juga yang lebih menetapkan diri sebagai anggota DPRD ketimbang ikut bertarung. Nyaris, Indra Catri dan pasangannya, menjadi calon tunggal. Tapi, belakangan, angin politik berhembus kencang. Irwan Fikri (wagub Agam kini) menyatakan diri maju bersama pasangan barunya, dan Insya Allah dikabarkan mendapat dukungan partai yang cukup untuk mengusung Irwan ‘Awang’ ke gelanggang tarung Pilkada Agam.

Dan di antara Singgalang dan Marapi, kota Bukittinggi tampaknya terkelimun kabut politik juga. Pasangan independen Ramlan-Irwandi yang duo kurai menyatakan diri sudah melengkapi persyaratan KTP yang 12 ribu lebih itu.

Sementara incumbent Ismet Amzis disebut-sebut akan berpasangan dengan Trismon atau dengan Febby datuk Bangso. Mencuat keras, pasangan Ismet-Febby sudah mendapat rekomendasi dari sejumlah DPP partai.

Sebelumnya, mendadak muncul gambar atau baliho seorang tokoh mantan anggota DPD utusan Kepri, yakni Zulbahri nak rang Lasi Agam.
Beberapa hari yang lalu, pada suatu malam, saya menghota-ota dengan tokoh masyarakat Agam dan Bukittinggi H Nelson di kantornya di Belakangbalok. Tampak H Nelson sedang asik menelpon, yang saya ketahui sedang bercakap-cakap dengan Febby Datuk Bangso. Ketika sedang asik menelpon itu, berkunjung Pak Ismet Amzis dan sejumlah tokoh masyarakat Bukittinggi. Pak Nelson memutus telepon. Pak Ismet bertanya; ” Dari sia Pak Nelson?”. Dijawab Pak Nelson; ” Dari Febby Datuk Bangso adik ambo”.
Lalu Pak Ismet mengatakan menolak ‘dikawin paksa’. Daripada dikawinpaksapolitikkan ia lebih memilih mundur dari partainya dan mencari partai pendukung lain. Pada akhirnya, Ismet memilih berpasangan dengan Zulbahri.

Sementara, selentingan kabar politik bergema sekeras dentang jam gadang, bahwa yang menyorong-nyorongkan Pak Zulbahri sebagai pasangan Ismet adalah ‘berkat’ peran Pak Nelson.

” Pak Pinto, coba tanya langsung ke Pak Ismet, apakah saya yang menyorongkan Pak Ismet berpasangan dengan Zulbahri?”, ujar Pak Nelson yang merasa tak enak hati dituduh takmanga saja oleh publik. Bahkan, sebuah SMS juga masuk ke HP Pak Nelson yang mengatakan bahwa pasangan Ismet Zulbahri adalah karena peran Pak Nelson. Diperlihatkan Pak Nelson balasan SMS yang ia kirim pada pe-sms gelap itu. ” Ya, Allah tunjukkanlah orang ini ke jalan yang benar!”

“Ulang saja pertanyaan itu kembali Pak Pinto, biar Pak Pinto bisa menuliskannya dan menyampaikan informasi yang benar kepada publik”, ujar Pak Nelson pengusaha pribumi yang santun dan dermawan itu.

saya tidak tahu, entah sebagai kapasitas apa pula saya bertanya. tapi karena didesak Pak Nelson, pertanyaan saya kok mirip pertanyaan seorang jaksa. ” Pak Ismet, benarkah yang menyorong-nyorongkan Pak Zulobahri dengan POak ismet adalah pak Nelson?”.

“Tidak. itu sangat tidak benar. Demi Tuhan, itu sangat tidak benar! saya memilih berpasangan dengan Pak Zul adalah atas kehendak sendiri” tegas Ismet.

Saya adalah salah seorang yang tak yakin bahwa Pak Nelson berperan memasangkan Ismet dengan Zulbahri. Karena, Pak Nelson berkampung di Magek, Pak Zul di Lasi. Sebelumnya berhembus kabar, Pak Zul orang Magek Kamang.
Jelas.
Tapi peta politik keras bergeser. Saya lihat, PKS memberi rekomendasi pada Febby untuyk berpasangan dengan Marfendi kader PKS. Cawakonya Febby,Cawawakonya Marfendi. tapi saya dapat kabar juga, rekomendasi yang sama, juga diberikan kepada Taslim Chaniago (kader PAN mantan anggota DPR RI) dan Marfendi.
Kelibut politik juga menghantam kota sejuk ini.
Sebelumnya, Febby Datuk bangso yang adalah ketua DPW Partai PKB Sumbar atas direkomendasikannya ia berpasangan dengan Marfendi, PKB memberikan dukungan kepada Irwan prayitno-NA. Tadi malam (Senin 28/7) saya menelpon Febby tentang kepastian dukungan PKB kepada IP-NA pasca gagalnya Febby berpasangan dengan Marfendi yang akhirnya mendampingi Taslim Chaniago sebagai walikota. Untuk kepastian ini, saya juga bertelpon-telponan dengan Muhammad Ichlas Elqudsi/Michel (mantann anggota DPR RI kader PAN) yang ikut memastikan bahwa Taslim – Marfendi sudah masak.

Dikabarkan sumber, dikungan PKB yang sudah telanjur itu akan ‘diparkirkan’ saja oleh PKB dan tak akan didaftarkan kepada KPU Sumbar sebagai partai pendukung IP-NA.

Sementara itu, makin ke ujung, di kabupaten 50 Kota, mantan wakil Bupati Irfendi Arbi ( yang bertelpon-telponan berkali-kali dengan saya) yang ‘ratingnya’ berpeluang besar untuk menang, yang disebut-sebut berpasangan dengan jader PKB Ferizal Ridwan, berangin batal.

Konon, calon bupati di kabupaten ini didominasi oleh wilayah ‘utara’ yakni wilayah fly over ke atas.

Kembali kepada perpolitikan pilkada gubernur Sumbar.

Sementara, bully politik tak tanggung-tanggung menghimpok pasangan MK-Shadiq. Disebut-sebut MK-Shadig tak akan mungkin mendapat tiket partai menuju gelanggang tarung pilkada Sumbar.
Beberapa tokoh politik–yang inyo-inyo dan boneh-boneh saja–di Jakarta (15 hari menjelang lebaran)mengerumi saya dan mengelimuni saya dengan perbuliian, bahwa mana mungkin MK-Shadiq dapat partai. Tak mungkin itu. Tiket partai sudah lenyap. yang head to head itu adalah IP-NA VS Mulyadi Fauzi., setingan sudah masak di Singapura. ” Bukankah ini atas keinginan Pak MK juga, head to head?” ledek mereka yang juga didengar oleh salah seorang tokoh muda Pan Sumbar yang saya panggil Ipaik. ” katakan kepada Mamak Pak Pinto itu, ijan bergerilya juo lai dari DPD ke DPP”, sindir mereka.
Saya tidak terpancing untuk ikut emosi. saya katakan: ” Sebelum wasit meniup peluit panjang, harapan masih tetap ada.Politik itu ajaib, bolanya bundar. Saya tetap yakin, dengan doa MK pasti akan ikut bertarung di Pilkada Gubernur. Mau head ti head atau main tiga, MK menang itu…”kata saya lapang. Besoknya, saya menemani MK, ke DPP PDIP. tampaknya, ada jalan. bahkan jalan lapang!
Dan. begitulah takdirnya MK, saya tak ingin sejarah berulang-ulang. Dua kali MK menjadi calon bupati, selalu sulit partai. Di menit-menit akhir, takdir menjadikan juga. Saya juga mengikuti langsung ketika mana Irwan-MK berpasangan; juga kritis dan sulit. Irwan-MK mendaftar ke KPU dulu satu jam sebelum pendaftaran ditutup. Spontan saya berkata dan bersorak begitu KPU menerima pendaftaran IP-MK dulu; “Inilah Pemimpin Minang Kabau!”
Pada tahun 2015 ini sejarah itu agaknya terulang kembali. saya dapat merasakan betapa kritisnya.Betapa ringkihnya rasanya badan dalam kesekaratan politik. Apalagi, bahkan hingga Senin (27/7) pagi, saya yang sedang dalam perjalanan Bukittinggi menuju Padang masih mendengar di radio bahwa dipastikan pasangan SP-Fauzi segera mendaftarkan diri ke KPU Sumbar.Pada hari Sabtu hingga pertengahan hari Minggu, kabar Shadiq-Fauzi sudah marak di medsos.
Tapi saya tidak percaya. Saya hanya percaya pada takdir Tuhan, bukan takdir politik yang kadang licin dan sulit dipegang.

Publik sudah memastikan MK tersingkir dari peta politik calon gubernur Sumbar. tak salah pada hari Minggu, saya menelpon Mamak Kita ini. Saya menangkap nada ‘prihatin’ dan nada perjuangan untuk rakyat. Pelan suara mamak. Tapi saya juga menangkap, nada optimis di balik kekhawatiran. Pernah MK dulu berkata pada saya, “Kita maju tak usah dipaksakan. Bila Tuhan berkehendak lain, kita umroh bersama-sama”, begitu ujar MK ringan tanpa beban. Dan saya pernah bercurhat politik kepada tokoh Pers Sumbar yang juga tokoh masyarakat kita, Pak Basril Djabar tentang keadaan MK yang terancam susah partai. dengan bijaksana Pak Basril Djabar menjawab: ” Yakinlah dan berdoalah, selalu akan ada jalan untuk Pak Muslim. Kalau uni (istri Pak Bas yang sedang sakit) sudah cegak kita total berjuang dan fokus untuk kebaikan ini nagari!”
Wah, keliru sekali. Semalam saya sudah dikabari bahwa peta politik bergeser kembali. Mendadak nama MK muncul lagi. Muncul bersama nama Fauzi Bahar. Ajaib. Politik sungguh ajaib. Doa. ya, doa penyampai segalanya.
Publik Sumbar antara percaya dan tak percaya.

Bagi saya, tak ada yang harus dikejutkan. Sejarah selalu berulang-ulang. Pada tahun 2010 dulu, sebelum dengan Irwan, wacana dekat itu adalah MK akan maju bersama Fauzi Bahar. Masa itu, FB jadi cagubnya, MK jadi Wacagubnya. Karena, FB masih jadi Wako Padang, MK Bupati Pariaman.

Namun takdir berkata lain, diujung peluit panjang, MK ditakdirkan mendampingi Irwan.
Kini diujung peluit penghabisan, MK ditakdirkan Tuhan berpasangan dengan Fauzi Bahar. saya sangat yakin, bertemunya MK dengan Fauzi adalah karena ada ‘campur tangan Tuhan’ bukan campur tangan kekuasaan.
Dan bagaimana dengan Shadiq? Hingga tulisan ini ditulis, saya belum tahu secara pasti, apakah Shadiq akan ikut mendaftar bersama SR?
Yang saya tahu adalah, ribuan bajo kaos bergambar MK-Shadig masih berlungguk di Posko Media Center MK.
Logika politik saya adalah, tetap head to head…adalah MK-Fauzi VS IP-NA.

Dan saya berharap, kita berharap, antara MK dan Shadiq tak ada yang saling meninggalkan. MK dan Shadiq adalah ketulusan. Bila kini mereka ‘terpisah’ itu tak lebih dari sebuah takdir atau ketetapan ilahi.
Dan saya berharap, kita berharap, dan saya berdoa, kita berdoa…semoga MK-Fauzi diridhoi Ilahi untuk mempin Sumatera Barat menuju Sumatera Barat Maju Sejahtera untuk kita semua.

Berpisah MK dan Shadiq, saya rasa bukan untuk berkerat rotan, bukan pula untuk bercerai, tapi adalah ‘Bapisah Bukannyo Bacarai”. Mengapa, saya yakin, dan berharap serta berdoa, bila MK-Fauzi menang, Sekdanya adalah Shadiq. Untuk itu, mari bersama-sama kita rebut kemenangan ini demi Minangkabau tacinto.
dengan Bismillahhirrohmanirrohim, mari kita melangkah…seiya sekata..untuk ranah nan bertuah! (PINTO JANIR)

Pos terkait