PADANG,Newshanter.com— Keputusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang yang memenangkan gugatan mantan Direktur Umum (Dirum) PDAM Kota Padang Andi Taswin terhadap Walikota Mahyeldi Ansharullah, akhir tahun lalu, berujung gesekan. Sikap walikota yang belum menindaklanjuti keputusan persidangan tersebut, membuat penggugat, Andi Taswin bereaksi.
SEperti dilansir Haluan, Kedua pihak yang tak sengaja berjumpa di RM Sederhana, Kamis (07/01/2016) siang, sempat berhadap-hadapan. Situasi berubah panas ketika Mahyeldi yang usai bertemu dengan Dewan Pengawas PDAM di lantai II enggan meladeni pertanyaan Andi Taswin yang menyamperi di dekat tangga. Mahyeldi sendiri sempat menyodorkan tangannya untuk bersalaman dan tak lama berlalu ke mobil dinasnya.
Tak puas, Andi coba menguntit Mahyeldi hingga ke mobil dinas sang walikota. Pada saat Mahyeldi masuk dari pintu sebelah kiri, Andi berusaha mencegat dari pintu mobil BA 1 A sebelah kanan. Namun dihalangi petugas ajudan dan anggota Pol PP yang sudah standby di lokasi tersebut.
Kejadian ini disaksikan banyak orang, termasuk beberapa orang anggota DPRD Padang, Wahyu Iramana Putra, Maidestal Hari Mahesa serta Zulhardi Z Latif yang kebetulan juga sedang makan di sana. Tidak bisa menembus kawalan ketat ajudan Andi Taswin terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk berdialog dengan Mahyeldi.
Kepada wartawan yang menyaksikan kejadian tersebut Andi Taswin menyampaikan, dia ingin ketegasan dari walikota terkait putusan sela PTUN Padang. Apakah keputusan tersebut akan dijalankan walikota sepenuhnya atau bagaimana.
“Apakah yang dia jalankan walikota adalah hukumnya sendiri atau hukum Negara ini. Hukum republik ini atau hukum daerah ini. Ternyata waktu saya ingin bertanya (terkait ketetapan PTUN, red) saya ditarik sama ajudannya,” kata Andi Taswin yang kesal karena niatnya tidak tercapai.
Pengacara Andi Taswin, Syahindra Nurben yang hadir pada kesempatan tersebut menjelaskan, putusan sela terhadap perkara yang bergulir di PTUN dengan penggugat Andi Taswin dan tergugatnya adalah walikota dan tergugat intefensi duanya Dirut PDAM sekarang berdasarkan SK wali kota.
Di dalam penetapan tersebut dikatakan bahwa menunda pelaksanaan SK Wali Kota Padang tentang pemberhentian Andi Taswin sebagai Direktur Umum PDAM selama putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Artinya apa, jabatan di Negara ini ada tenggang waktunya, sehingga PTUN melihat, bahwa tidak akan akan mungkin mengorbankan masa jabatan seseorang selama perkara pokok sedang diabahas. Makanya, PTUN mengeluarkan petetapan agar surat SK pemberhentian Dirum PDAM terhadap Andi Taswin itu ditunda pelaksanaannya dengan asumsi tentu Dirut PDAM yang lama masuk lagi. Itu yang kami lihat,”tegasnya.
Ia menambahkan, Perda sendiri dalam ketentuan peralihan, pasal 50 Perda 2013 tentang PDAM mengatakan, setelah Perda ini lahir, direksi Dewan Pengawas PDAM yang menjabat sekarang tetap melanjutkan kerjanya sampai masa kerjanya berakhir, itu sampai 2017. Namun wali kota mempunyai pemikiran lain, sehingga Andi Taswin mengajukan gugatan ke PTUN keluarlah penetapan untuk menunda pelaksanaan SK pemberhentian wali kota.
“Tentu konsekuensinya Dirut lama masuk lagi, apalagi Dirut PDAM yang masuk sebagai interfensi dua esepsinya ditolak oleh pengadilan tata usaha Negara. Kalaupun mereka banding, penetapan putusan salah tetap wajib dilaksanakan, apabila kepala daerah tidak melaksanakan penetapan PTUN. Kami menilai pejabat Negara tidak ada. Etika pejabat karena memang orang menganggap putusan PTUN ini adalah putusan banci, sementara di sini penetapan, penetapan dalam penundaan , yang harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pokok perkara inkrah,” tuturnya lagi.
Ia melanjutkan konsekuensi apabila putusan PTUN tidak dilaksanakan adalah, pertama etika pejabat publik yang memang melalaikan kewajiban sebagai pejabat publik terhadap putusan/penetapan peradilan. Kedua dapat digugat perbuatan melawan hukum karena memang mengabaikan penetapan majelis hakim. Di Negara ini hanya dikenal, putusan peradilan dan penetapan pengadilan. Penetapan apabila tidak dilaksanakan bisa berakibat, Jaksa kejaksaan negeri tidak melaksanakan menetapan hakim akhirnya putusan pengadilan negeri justru bisa membeslah kejaksaan negeri.
“Yang bisa mengeksekusi, di PTUN tidak ada lembaga eksekusi yang ada di lembaga peradilan umum. Di lembaga peradilan umum melalui gugatan perdata nanti itu bisa mengeksekusi, karena sifatnya pendek dalam masa tenggang waktu. Apabila antara si penggugat dengan tergugat mungkin ada kesepakatan saya pikir tidak ada yang tidak bisa di negeri ini,”tutur Syahindra Nurben.
Wakil Ketua DPRD Kota Padang Wahyu Iramana Putra mengatakan mengapa pimpinan Pemko Padang bersama pejabat PDAM melakukan rapat di rumah makan sederhana. Mengapa tidak di gedung PDAM yang mewah saja melakukan pertemuan.
“Ada apa sebenarnya? Jangan menimbulkan polemik,” tuturnya.
Banding
Terkait putusan PTUN tersebut, Kabag Hukum Pemko Padang Syuhandra kepada Haluan mengatakan bahwa Mahyeldi meminta untuk mengajukan banding ke PTTUN di Medan. Upaya itu sudah diajukan pada tanggal Senin tanggal 4 Januari lalu. Saat ini Pemko sedang mempersiapkan memori banding dan mempelajari hasil pertimbangan majelis dari berbagai sisi.
“Pimpinan kita memang ingin banding, dan sudah kita daftarkan. Kita juga sudah mempersiapkan memori banding,” jelas Syuhandra.
Terkait dengan insiden pertemuan Mahyeldi dengan Andi Taswin di RM. Sederhana kemarin, menurut Syuhandra walikota bukan lari dari Andi Taswin. Tetapi, walikota sudah diburu waktu untuk rapat dengan PU Provinsi Sumbar pada pukul 14.00 Wib yang sudah menunggu di Aia Pacah.
“Kami luruskan, walikota bukan lari tetapi sudah diburu waktu. Lagi pula Mahyeldi itu pejabat negara, tidak bisa sembarangan saja kalau ingin membicarakan perihal yang terkait dengan hukum, apalagi putusan pengadilan. Wajar saja ajudan atau protokoler membatasi agar jadwal walikota yang sudah disusun bisa berjalan dengan baik,” tutupnya.(*)