Padang Newshanter.com Keluarga Patrialis Akbar mengaku tidak percaya anggota hakim Majelis Konstitusi (MK) itu tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu malam (26/1). “Saya baru mengetahui info ini dari televisi. Kami terkejut,” kata kakak kandung Patrialis Akbar, Yurdaniati di Padang, Kamis (26/1/2017).
Menurut YUrniaty Rabu malam masih melakukan komunikasi bersama adiknya tersebut. Melalui telepon, dia memberitahu Patrialis bahwa anaknya telah lulus ujian di Universitas Indonesia. “Saya menelpon dia untuk memberitahu bahwa keponakannya akan diwisuda dalam waktu dekat,” ujarnya.
YUniarti mengatakan tidak mempercayai adiknya tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT). Yurdaniati mengaku saat ini belum melakukan komunikasi dengan adiknya terkait persoalan ini. Keluarga ingin membiarkan Patrialis tenang dalam menghadapi kasusnya. “Kami kemungkinan akan berangkat ke Jakarta dalam minggu ini untuk melihat kondisi Patrialis Akbar,” jelasnya.
Rumah keluarga Patrialis Akbar terletak di Jalan Raya Indarung Kelurahan Tanjung Saba, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang, Sumatera Barat. Rumah itu terdiri atas dua bangunan utama yang dirancang sebagai Rumah Gadang atau rumah adat Minangkabau. Satu lagi bangunan bertingkat dua yang dihuni keluarga Patrialis Akbar.
Siapa Patrilis Akbar
saat jadi mahasiswa ia sempat jadi sopir angkutan kota dan sopir taksi.
Dr H Patrialis Akbar SH MH lahir di Padang, Sumatera Barat, 31 Oktober 1958, dikenal sebagai advokat dan politikus yang saat ini menjabat sebagai Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Indonesia.
Catatan Wikipedia ia memiliki karier yang cemerlang dan lengkap pada tiga cabang kekuasaan negara, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat selama dua periode (1999 – 2004 dan 2004 – 2009) dari Partai Amanat Nasional.
Ia turut terlibat dalam pembahasan amendemen konstitusi pada Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat dan kemudian sebagai Menteri Hukum dan HAM pada Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2011) di bawah kepemimpinan Presiden SBY.
Patrialis Akbar dilahirkan pada keluarga veteran, meskipun berasal dari keluarga berkecukupan, ia tetap diajarkan untuk membantu usaha yang dijalankan sang ayah, Letda (Purn) H Ali Akbar, di Desa Kampung Jua, Padang.
Usai lulus STM, ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, meski akhirnya diterima di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Patrialis mendapat kesempatan untuk menjadi pengajar disana.
Seorang dosen pembimbing skripsinya menawarkannya untuk menjadi staf pengajar maka iapun menjadi asisten dosen filsafat hukum di Ilmu Filsafat Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Pada awal kariernya Patrialis Akbar sempat bekerja menjadi sopir angkutan kota (angkot) jurusan Pasar Senen-Jatinegara Jakarta, dan sopir taksi di ibukota.
Inilah hal yang membedakan pada sosok Patrialis.
Meski keluarganya berkecukupan dan mampu membiayainya hidup serta biaya kuliah, Patrialis tetap berupaya mandiri dan rela bekerja sebagai sopir angkot.
Setelah meraih gelar sarjana hukum di Universitas Muhammadiyah Jakarta, iapun menekuni profesi pengacara selama beberapa waktu sebelum akhirnya mulai terjun ke dunia politik, dan bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), yang kemudian mengantarkan dirinya menjadi anggota DPR-RI dua periode 1999-2004 dan 2004-2009 dari daerah pemilihan Sumatera Barat.
Selama di Senayan, Patrialis sempat tergabung di DPR maupun MPR.
Di MPR, Patrialis tercatat sebagai salah satu pelaku perubahan UUD 1945 tahun 1999 – 2002 dengan menjadi Anggota BP MPR, PAH III, serta PAH I.
PAH III (1999) maupun PAH I (2000-2002) inilah yang merancang perubahan UUD 1945.
Sementara di DPR, Patrialis tercatat menjadi komisi III yang salah satunya membidangi masalah hukum.
Pada masa pemerintah presiden SBY ia terpilih menjadi Menteri Hukum dan HAM Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Pria berdarah Minang dan ayah dari lima anak ini akhirnya menjadi Hakim Konstitusi setelah mengucap sumpah jabatannya sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2013 – 2018 pada 13 Agustus di Istana Negara, Jakarta. (Berbagai sumber/ Zainal piliang)