HARI SANTRI : BANTAHAN TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM RADIKAL DI INDONESIA
Oleh : Diding Jalaludin (Alumni Ponpes Al Huda Turalak Ciamis)
KEBAHAGIAAN penuh suka cita tengah melanda masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim dan santri. Betapa tidak, Minggu (20/10) kemarin baru saja digelar acara pelantikan Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. (HC). KH. Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Hari ini, 22 Oktober 2019 kita semua dengan rasa syukur memperingatiHari Santri Nasional 2019. Begitu sayangnya Allah SWT kepada kita, Dia memberikan kenikmatan yang tiada henti.
Maka sepantasnyalah kita sebagai hamba, untuk selalu bersyukur atas nikmat yang dianugerahkan-Nya sehingga nikmat tersebut akan Allah tambah sebagaimana firman-Nya “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.Ibrahim ayat 7).
Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) dengan merefleksikan,
merenungkan, dan mengamalkan resolusi jihad Hadratussyaikh KH. Hasyim
Asyari merupakan sebagian dari pada cara kita bersyukur atas nikmat Allah
tersebut. Resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asyari menjadi salah
satu landasan historis ditetapkannya Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22
Oktober. Pada 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asyari menyerukan perintah
kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara Sekutu yang ingin
menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan.
Sekutu ini maksudnya adalah Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II untuk
mengambil alih tanah jajahan Jepang.
Hari Santri Nasional setidaknya mempunyai 2 (dua) pesan penting yang
terkandung di dalamnya. Pertama, Hari Santri menanamkan semangat berjihad
(berperang) bagi para santri dan umat Islam Indonesia secara umum.
Memerangi siapa pun yang hendak merongrong kedaulatan bangsa Indonesia,
memerangi pengkhianat bangsa, memerangi kebijakan luar negeri yang
merugikan bangsa Indonesia, termasuk memerangi kebijakan dalam negeri yang
merugikan masyarakat merupakan bagian dari pada semangat yang tersirat
dalam hari santri.
Hal yang sangat penting dan perlu digarisbawahi adalah kata
“jihad atau perang”, memaknai jihad/perang tidak mesti dengan mengatakan
bahwa jihad itu pertumpahan darah, perang itu mengerahkan alutsista dan
personil keamanan untuk menjajah bangsa lain, dan perang/jihad bukan berarti
mengkhianati pemerintahan yang diakui konstitusi.
Melawan kebijakan luar negeri yang merugikan bangsa, bisa dimaknai perang.
Mengkritik kebijakan dalam negeri yang tidak berpihak kepada masyarakat bisa
dimaknai jihad, namun jihad tersebut harus konstitusional sesuai peraturan yang
berlaku.
Dalam ajaran agama Islam misalnya, jihad atau perang tidak hanya
dimaknai dengan melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang hendak
menghancurkan Islam, seperti perang badar, perang khondak dan perang uhud.
Namun melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu yang terus mengajak
kepada maksiat merupakan jihad yang paling besar.
Misalnya perang terhadaprasa angkuh karena memiliki jabatan di pesantren, perang terhadap keinginan untuk kabur dari pondok, perang terhadap godaan saat mengaji, termasuk perang terhadap godaan untuk mengghoshob barang milik orang lain.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Mukmin
yang paling utama keislamannya adalah umat Islam selamat dari keburukan
lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling
baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan
larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena
Allah”. (HR. Ahmad, At Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Hibban).
Dari haditstersebut, dapat kita maklumi bahwa berperang atau berjihad bukan berarti perang secara fisik saja, namun ada perang yang utama yaitu jihad memerangihawa nafsu. Namun demikian, semangat Hari Santri tak terlepas dari landasanhistoris bahwa seruan jihad tersebut adalah seruan perang dengan pertumpahandarah terhadap bangsa yang hendak menjajah bangsa Indonesia. Sehinggaperang dengan pertumpahan darah merupakan hal yang lazim demi
mempertahankan harga diri dan kedaulatan bangsa.
Kedua, Hari Santri merupakan pengakuan secara yuridis, terhadap peran santri
dan ulama dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Bukti sejarah memberikan
pemahaman kepada kita bahwa ulama dan santri berperan aktif dalam sejarah
bangsa, sebut saja perjuangan KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari, KH.
Halim Majalengka, HOS. Cokroaminoto, Bung Tomo, dan pahlawan nasional
lain yang memiliki latar belakang ulama. Dengan banyaknya peran ulama dan
santri dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan, menandai bahwa umat
Islam Indonesia jauh dari faham Islam radikal.
Justru umat Islam Indonesia menjunjung semangat Islam yang rahmatan lil alamin yang santun dan mengedepankan akhlakul karimah. Namun, bukan berarti Islam Indonesia itu lemah, lembek, dan pengecut. Akan tetapi sebagai umat Islam, harus tetap bersikap tegas sesuai situasi dan kondisi. Firman Allah SWT yang artinya “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengandia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”. (QS. Al Fath: 29).
Sehingga atas dasar tersebut Hari Santri membantah baik secara yuridis maupun secara historis tuduhan bahwa Islam Indonesia merupakan Islam yang radikal.Justru umat Islam khususnya santri dan ulama yang dijadikan target operasiyang akan dihabisi.
Kita lihat pengkhianatan PKI terhadap bangsa Indonesia,selain para jenderal santri dan ulama menjadi sasaran mereka. Menurut penulis,faham radikal di Indonesia tidak mudah berkembang karena budaya Islam kita
yang tidak mudah terpengaruh, Islam kita mengedepankan tabayyun dalam menerima suatu informasi yang baru. Jika pun ada sebagian masyarakat yang terpapar faham radikalisme, hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi
pihak-pihak terkait untuk melakukan pembinaan berkaitan dengan ajaran ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan.
Oleh karena itu, tuduhan-tuduhan Islam radikalsaat terjadi suasana chaos di Indonesia sangat tidak mendasar. Apalagi jika terjadi kerusuhan yang diumbar ke publik adalah soal jenggotnya, soal pengajiannya, atau celananya yang cingkrang, hal-hal tersebut tidak relevan dengan semangat hubbul wathan yang dianut umat Islam Indonesia.
SELAMAT HARI SANTRI NASIONAL 2019, SANTRI INDONESIA
UNTUK PERDAMAIAN DUNIA.