Gudang Tak Kantongi Izin Tampung Limbah Beracun, PT Rizki dan PT Inkote Diduga Terlibat Ikut Andil

  • Whatsapp

JAKARTA, newshanter.com − Tim Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) bekerja sama dengan LPLHK (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup dan Kehutanan) beserta pihak Pers, menangkap tangan pengelolaan illegal limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di gudang diduga milik H Rusdi, namun hal ini diduga tidak terlepas dari permainan kotor PT Rizki Anugerah Mandiri dan PT Inkote. 3 (tiga) oknum PT lingkaran setan ini diminta untuk ditindak tegas dengan sanksi pidana dan sanksi ditutupnya usaha seluruh perizinan.

“Kami menangkap tangan 1 unit mobil truck yang membawa limbah B3 (beracun,red) berupa drum yang sudah terkontaminasi dengan limbah beracun dari pabrik menuju gudang, didaerah Bekasi Raya Jl. Rawa Pasung”, ungkap Yansen Syukur Tim Investigasi LAI BPAN kepada media online Aliansinews, Kamis (08/02/24).

Menurut Yansen, mobil itu tertangkap di gudang tempat pembongkaran, artinya mobil itu dari PT penghasil limbah yakni PT. Inkote perusahaan chines, mobil diikuti ke tempat pembongkaran, sedangkan persyaratan untuk mengangkut izin limbah B3 itu, mesti ada MoU sudah itu mesti memiliki izin B3 dan ada izin dari Dinas Perhubungan masalah pengangkutannya serta ada izin dari kementerian lingkungan hidup ternyata setelah dikroscek dilokasi tempat itu adalah gudang cabang atas nama PT. Rizky, yang jadi masalah pengkuan itu tidak terlampir dalam dokumen PT. Rizky artinya mereka selama ini mengambil limbah B3 menebeng nama PT Rizky dengan membayar upeti.

“Dari izin lokasi, izin pengumpul limbah B3, izin pengangkutan bahan limbah, serta izin dari kementrian itu tidak bisa dihadirkan, mereka melempar bola, sedangkan semua perizinan ada di PT Rizky, yang jadi catatan kalau gudang itu adalah gudang PT Rizky yang ke 2 (dua) itu mesti terlampir dalam dokumen perusahaan, kenapa karena izin limbah B3 begitu keluar dari pabrik itu mesti ada manifest namanya artinya dari pabrik PT. Inkote tujuan gudang PT Rizky apabila dia berbelok tidak bongkar digudang tujuan maka kenalah di Pasal 59 Ayat 4 UU LHK,” jelas Yansen.

Yansen melanjutkan, maka langkah pertama untuk pengembangan kasus ini dari gudang yang kita grebek tempat pembongkaran ternyata tidak ada satu pun dokumen yang bisa kita lihat kecuali dokumen pengangkutan dari Dinas Perhubungan yang sudah mati izinnya tahun 2023, izin dari kementrian tahun 2020 sudah mati. Tetapi tetap memakai nama PT. Rizky, yang paling patal ditempat itu tidak ada izin lokasi, tidak ada izin pengumpul limbah B3, kenapa karena masalah B3 ini hukuman tegas siapa yang melanggar itu akan dikenakan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun lebih dan Denda minimal Rp. 1 Miliar sampai 3 miliar.

“Kalau ini diproses secara prosedur dia akan kena Pasal 59 Ayat 4 tahanan pidana denda minimal Rp. 1 miliar, tidak ada bantahan lagi. Ini awal dari gudang yang pertama, karena digudang yang pertama ini kami tangkap dia menjual nama PT. Rizky akhirnya kami kroscek ke alamat PT. Rizky yang sebenarnya, ternyata PT Rizky kemarin tidak menerima kami (ada bukti video,red), pintu pagarnya tertutup rapat. Padahal sudah by phone dari gudang yang pertama karena waktu penangkapan itu sopir melapornya ke kantor PT Rizky artinya apa, mereka mengakui tetapi didalam dokumen tolong buktikan kalau ini gudang dari PT Rizky ternyata dilampiran dokumen mereka tidak ada gudang kedua adanya gudang ditempat alamat PT Rizky”, paparnya.

Masih menurut Yansen, disini PT Rizky ini terlibat dalam pemanfaatan izin limbah B3, itu sepengetahuan kami dilapangan untuk dokumen yang lain kami tidak diperkenankan masuk jadi kami tidak tahu, kesalahan gudang pertama, seluruh kesalahan itu illegal, kenapa dikembangkan di PT Rizky artinya PT Rizky ini bermain dengan gudang yang pertama jadi turut serta, orang ini yang memberi jalan, gudang yang kami grebek membayar upeti ke PT Rizky.

“Nah setelah dari PT Rizky kami tidak diterima konfirmasilah kami ke pabrik PT Inkote yang mengembangkan limbah B3, disaat kami datang berhadapanlah kami dengan security, lalu kami ingin bertemu dengan pihak HRD namun mereka mengalaskan bahwa HRD nya sedang sakit, padahal kami tahu HDR itu ada diatas sedang mengintip kami dibawah, karena apa, ada uang kami di PT Inkote makanya kami tahu semua pergerakan ini. jadi 3 PT ini diduga lingkaran setan. Dimana gudang pertama tempat bongkar ikut bersalah kena Pasal 59 Ayat 4, PT Rizky bergitu juga, PT Inkote yang mengeluarkan limbah juga sama halnya. Sedangkan MoU PT Inkote dengan PT Rizky untuk masalah limbah ada MoU karena setiap perjalanan mobil mesti ada dokumen elektronik, ada manifest karena PT Inkote ini banyak jenis limbahnya, dimana PT Rizky ini mengambil limbah cair yang mahal”, sebut Yansen.

Yansen menambahkan, rekanan PT Rizky yang digrebek limbah sampah seperti drum, tidak boleh gudang pertama ini mengambil limbah dari PT Inkote karena dia tidak punya MoU. Inti masalah ini gudang di Rawa Pasung tempat penampungan ada tiga pemain dimana yakni gudang tidak memiliki izin sama sekali dalam izin pengangkutan limbah, izin lokasi limbah, jadi mereka selalu menebeng di PT Rizky padahal lain kepemilikan.

“Kalau gudang pertama milik H Rusdi, sedangkan PT Rizky Direkturnya adalah pak Junaidi, di PT Inkote orang yang bertanggungjawab dalam limbah B3 adalah HRD pak Iyan. Jadi ketiga orang ini melakukan kerja sama illegal dalam pengelolahan limbah B3. Sanksi tiga orang mesti kena sanksi pidana, untuk sanksi lebih lanjut ditutupnya usaha seluruh perizinan, tempat pertama ditutup, PT Rizky ditutup dan PT Inkote pun ditutup”, tegas Yansen.

Sementara itu Ketua DPD Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Wilayah Sumatera Selatan, Syamsudin Djoesman mengatakan, sebagaimana mengutip dari blog Mahkamah Konstitusi. Dimana pemerintah yang diwakili Deputi Bidang Penaatan Hukum Likungan Kementerian Lingkungan Hidup, Sudariyono bahwa ketentuan izin pengelolaan limbah B3 dalam Pasal 59 ayat (4), Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 102 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) tidak perlu ditafsirkan kembali, karena sudah jelas dan tegas dalam penormaannya. Sudariyono menyampaikan hal demikian dalam sidang lanjutan perkara nomor 18/PUU-XII/2014, pengujian UU PLH yang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat.

“Sebagaimana diketahui, pasal-pasal tersebut menyatakan: Pasal 59 (4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 95 (1) Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri. Dan Pasal 102 Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” pungkasnya. (Sya)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *