Palembang, newshunter.com – Langkah berani diambil oleh tim kuasa hukum Ernaini (70), seorang wanita lansia yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta nikah. Merasa ada kejanggalan dalam proses hukum yang dijalankan, tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Alam Negara & Partners resmi melayangkan surat ke Mabes Polri dan Komisi III DPR RI, Kamis (6/3/2025).
Penetapan status tersangka oleh Polda Sumsel dinilai terburu-buru dan tidak sesuai prosedur hukum yang benar. Kasus ini bermula dari dugaan penggunaan akta palsu, yakni penerbitan duplikat kutipan akta nikah No. 136/09/X/2009 tertanggal 16 Oktober 2009, atas nama M. Basir Tholib dan Hj. Karmina.
Namun, kuasa hukum Ernaini menilai ada banyak kejanggalan dalam perkara ini, mulai dari aspek prosedural hingga materi kasus yang tidak diuji secara komprehensif. Mereka pun berjuang untuk membela hak klien mereka dengan membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi.
Syarif Hidayat, didampingi Wendi Apriyanto selaku kuasa hukum Ernaini, menegaskan bahwa keputusan Polda Sumsel menetapkan kliennya sebagai tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Hari ini kami resmi mengajukan surat ke Mabes Polri dan Komisi III DPR RI. Penetapan tersangka terhadap Ibu Ernaini cacat formil dan materil. Dokumen yang diduga palsu tidak pernah diuji di laboratorium forensik, padahal itu adalah langkah wajib dalam pembuktian dokumen yang diduga dipalsukan,” ujar Syarif saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa instansi yang mengeluarkan duplikat akta nikah tersebut telah menegaskan keasliannya. Bahkan, perkara ini sebelumnya juga telah diuji melalui jalur perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalan Balai.
“Jika benar ada unsur pemalsuan, seharusnya dilakukan pengujian secara ilmiah. Namun hingga saat ini, kami tidak melihat ada upaya untuk memastikan keabsahan dokumen tersebut secara laboratorium,” tambahnya.
Tidak berhenti di situ, tim kuasa hukum Ernaini juga telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang untuk menantang keputusan Polda Sumsel. Mereka menilai penetapan tersangka ini mengandung unsur ketidakadilan dan harus diuji secara hukum di pengadilan.
“Kami tidak tinggal diam. Kami sudah mengajukan gugatan terhadap Polda Sumsel ke PN Palembang dan tinggal menunggu jadwal sidang. Kami ingin memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan benar, bukan berdasarkan kepentingan tertentu,” ungkap Syarif.
Ia juga berharap Kapolri bisa memberikan perhatian khusus terhadap perkara ini. Jika dalam proses penyidikan ditemukan adanya oknum yang tidak profesional atau bertindak di luar prosedur, maka mereka harus segera ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Kami mohon Kapolri segera mengusut jika ada oknum yang bermain dalam perkara ini. Jangan sampai citra kepolisian tercoreng karena ulah segelintir orang yang menyalahgunakan kewenangan,” tegasnya.
Sebagai bentuk perjuangan hukum lainnya, tim kuasa hukum Ernaini juga meminta Ketua Komisi III DPR RI untuk mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini. Mereka ingin menghadirkan semua pihak yang terlibat, termasuk penyidik Unit 1 Subdit III Jatanras Polda Sumsel, agar transparansi hukum bisa terjaga.
“Kami siap memaparkan fakta hukum yang sebenarnya di hadapan Komisi III DPR RI. Jika ditemukan unsur kesengajaan dari pihak penyidik dalam menangani kasus ini secara tidak profesional, maka Komisi III harus mengantensi Kapolri agar menindak tegas oknum yang bersangkutan,” ujar Syarif.
Ia menambahkan, jika penanganan perkara ini tidak dilakukan secara objektif, maka bukan tidak mungkin akan ada lebih banyak korban ketidakadilan di kemudian hari.
Selain mengkritik langkah penyidik Polda Sumsel, Syarif juga menegaskan bahwa Kejaksaan Tinggi Sumsel (Kejati Sumsel) harus berhati-hati dalam menangani perkara ini. Ia meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terburu-buru dalam mengeluarkan P21 (tanda berkas dinyatakan lengkap untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan).
“Kami meminta Kejati Sumsel untuk memberi kami kesempatan menguji perkara ini secara formil terlebih dahulu. Jika berkas ini dipaksakan untuk P21 tanpa adanya proses yang transparan, maka tidak menutup kemungkinan JPU yang menangani perkara ini juga akan dipanggil dalam RDP di Komisi III DPR RI,” katanya.
Menurut Syarif, ketergesaan dalam memproses perkara ini justru menimbulkan tanda tanya besar, terutama terkait ada tidaknya kepentingan tertentu di balik kasus ini
“Kami tidak akan berhenti di sini. Kami akan terus melawan, baik melalui jalur hukum maupun jalur politik dengan menggandeng Komisi III DPR RI. Jika ada pihak yang mencoba menutupi atau mempercepat proses hukum tanpa prosedur yang benar, kami akan pastikan mereka bertanggung jawab,” pungkas Syarif. (Nan)