Kabupaten Agam
BAGIAN PERTAMA
ASAL USUL SYAIKH A’LUMA I. KAPALO KOTO :
Syaikh A’luma I Kapalo Koto merupakan salah satu perintis (Pioneer) penyebar Islam di Koto Tuo Selain Tuangku Badarah Putiah dan Tuangku Salam. Asal kata ALUMA berasal dari nama sebuah Kitab Kuning Karya Syaikh Abu Nashr Abdullah Allah Bin Ali Al Sarraj Al Thusi (lahir pada Tahun 883 Masehi) yang bernama Al luma’Fi Al Tashawwuf yang merupakan Kitab Induk sejarah Ilmu Tasawuf dan juga merupakan salah satu rujukan Ilmu Tasawuf. Gelar ALUMA pertama kali disematkan kepada Syaikh A’luma I Kapalo Koto Kec IV Koto Kab Agam, Syaikh A’luma I Kapalo Koto merupakan murid sekaligus anak kandung dari Syaikh Madinah (Abdullah Arif), kalau nama Syaikh Madinah di Darek bergelar Syaikh Baghodaik/Syaikh Baghdadi yang datang dari tanah jazirah arab ke Ranah Minang sekitar awal abad Ke-16 Masehi, Syaikh Madinah (Abdullah Arif) membawa Kitab dari Tanah Arab yang bernama Kitab Tuhfah Al Mursalah Ila Ar Ruh An-Nabi karya Syaikh Muhammad Bin Fadlullah Al Burhanpuri yang merupakan murid dari Syaikh Wajahuddin Al Din Al Uluwy, Kitab Tuhfah dimasukkan dalam botol/kendi dimana Mursyid dari Syaikh Madinah (Abdullah Arif) berpesan ajaran Islam bisa dikembangkan disuatu daerah apabila
dimasukkan tanah/pasir dari suatu daerah yang di kunjungi Syaikh Madinah (Abdullah Arif) ke dalam botol/kendi yang berisikan Kitab Tuhfah, apabila Kitab tersebut dapat keluar dari dalam kendi/botol, Mursyid dari Syaikh Madinah menyuruh Syaikh Madinah mengajarkan agama Islam/disebarkan pada daerah tersebut, pada saat Syaikh Madinah berhenti berlayar tepatnya di daerah Tapakis Pariaman, Syaikh Madinah memasukkan tanah/pasir yang ada di daerah Tapakis Pariaman ke dalam botol/
kendi yang berisikan kitab Tuhfah, atas izin ALLAH SWT Kitab Tuhfah yang ada dalam botol/kendi keluar dengan mudahnya dari dalam Botol/kendi.
Berdasarkan pesan dari Mursyid Syaikh Madinah kemudian beliau mulai menyebarkan agama Islam di daerah Pariaman hingga ke darek tepatnya di Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu Kab. Agam, Syaikh Madinah datang ke darek untuk menyebarkan Islam karena sebelum kedatangan Syaikh Madinah, Murid dari Syaikh Hamzah Fansuri Aceh (Syaikh Al Minangkabawi yang berasal dari Nagari Baso, orang Baso Menyebut Beliau Syaikh Silaia-laia, Syaikh Al Minangkabawi seperguruan dengan Syaikh Syamsuddin As Sumatrani) telah terlebih dahulu menyebarkan Islam di daerah Baso Kab Agam dengan Konsep/paham Wahdatul
Wujudnya yang banyak jadi perdebatan dan terdapat pertentangan ditanah jazirah Arab Sendiri dari yang menganut Konsep/
paham Wahdatusy Syuhud.
Syaikh Madinah menikah dengan seorang perempuan keturunan Bangsawan yang bernama Putri Bandaro Putiah, Putri Bandaro Putiah merupakan anak dari Raja/adipati yang bergelar “Sripaduka Panglima Raja” Raja/adipati Panglima Raja merupakan campuran dari keturunan wangsa Sanjaya (Galuh) 730 Masehi dengan
wangsa Sailendra (Sriwijaya) 775 Masehi dimana terjadi pernikahan antara dua wangsa tersebut pada Tahun 833 Masehi antara Rakai Pikatan yang merupakan keturunan Sanjaya (Raja Sanjaya) dengan Putri Pramodawardhani keturunan Sailendra.
Pada masa penjajahan, awal kemerdekaan hingga Tahun 90an hasil penelitian ahli sejarah masa penjajahan dan ahli sejarah Indonesia setelah kemerdekaan menarik kesimpulan ada dua pendapat tentang sosok Balaputradewa, para ahli sejarah tersebut ada yang berpendapat Balaputradewa merupakan Saudara dari Raja Samaratungga dan ada pula Ahli Sejarah yang berpendapat lain lagi dari ahli sejarah yang lainnya, mereka berpendapat kalau Balaputradewa merupakan anak kandung dari Raja Samaratungga (adik dari Putri Pramodawardhani).
Berdasarkan hasil penelitian terbaru dari ahli sejarah di Indonesia pada Tahun 2000an dengan ditemukannya Prasasti Wantil/Siwagerha terjawab sudah kalau yang bernama Balaputradewa bukan Saudara dari Raja Samaratungga ataupun Saudara kandung dari Putri Pramodawardhani.
Hasil penelitian terbaru ahli sejarah yang di dapat dari Prasati wantil menjelaskan dari perkawinan Rakai Pikatan dengan Putri Pramodawardhani mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Rakai Kayuwangi yang bergelar Balaputradewa (Putra Bungsu) yang
menjadi Raja di Kerajaan Sriwijaya.
Pada Tahun 1025 Masehi Kerajaan
Sriwijaya dihancurkan oleh Kerajaan
Chola yang berasal dari India Selatan
hingga keturunan dari Balaputradewa
banyak yang terbunuh dan Kerajaan
Sriwijaya hilang untuk selama-lamanya. Salah satu yang selamat dari pembunuhan tersebut/melarikan diri hingga ke pedalam Sumatera (Luhak Nan Tigo) tersebut adalah Sripaduka Panglima Raja yang merupakan keturunan yang ke-10 (sepuluh) dari ke dua wangsa (Balaputradewa).
Sripaduka Panglima Raja mendirikan
Kerajaan kecil/setingkat Adipati secara diam-diam di pedalaman Sumatera (Luhak Nan Tigo)/lereng kaki Gunung Singgalang tepatnya di Daerah Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu Kab Agam, Kerajaan Sungai Tanang memiliki wilayah sampai ke Guguak Tinggi (Gugus Tinggi) dan Guguak Randah (Gugus Rendah) yang sekarang telah menjadi nama Nagari. Sripaduka Panglima Raja memeluk agama Islam dan berguru kepada Syaikh Madinah dan nama beliau diganti oleh Syaikh Madinah menjadi Sultan Mahmud (makam beliau di sebelah makam Syaikh Madinah/ Baghodaik /Syaikh Baghdadi) di Nagari Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu Kab Agam. Syaikh Madinah memilik murid yakni Syaikh Burhanuddin (pono) yang berasal dari Nagari Guguak Sikaladi Pariangan Kota Padang Panjang (guru pertama dari Syaikh Burhanuddin).
BAGIAN KEDUA
TENTANG SYAIKH A’LUMA TINGGAL DI KOTO TUO
Setelah Syaikh Madinah wafat pada
pertengahan Abad 16 Masehi, Syaikh
Burhanuddin (pono) melanjutkan belajar kepada Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi (Syaikh Kuala) di Banda Aceh. Syaikh Burhanuddin dalam perjalannya menuju ke Kota Raja Banda Aceh bertemu di tengah perjalanan dengan Datuak Maruhun Panjang Padang Gantiang Batusangkar, Syaikh Tarapang Kubu Tigo Baleh Solok, Syaikh Buyung Mudo Bayang Puluik-Puluik dan Syaikh Muntanasir Koto Tangah Padang lalu mereka berangkat bersama-sama berguru kepada Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi, setelah Menimba Ilmu Agama selama lebih kurang 8 (delapan) Tahun kepada Syaikh
Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi, Syaikh Burhanuddin Ulakan kembali ke Ranah Minang melalui Pantai Barat Sumatera melalui jalur laut menggunakan kapal. Sesampainya di Pariaman (Pulau Angso Dua) Syaikh Burhanuddin mendapat perlawan dari Masyarakat Pariaman sekitarnya pada saat akan menyebarkan agama Islam, Katik Sangko yang merupakan orang yang diperintah oleh Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi untuk mendampingi Murid Beliau Syaikh
Burhanuddin Ulakan untuk kembali ke kampung halamannya gugur dalam pertempuran menghadapi orang Pariaman yang pada saat itu masih jahiliyah. Atas bantuan Datuak Idris Majolelo yang merupakan teman lama dari Syaikh Burhanuddin Ulakan, Syaikh Burhanuddin dapat menuju ke daratan untuk menyebarkan agama Islam di Ranah Minang tanpa ada pertumpahan darah lagi dimana Syaikh Burhanuddin bersama dengan Kaum Adat bersepakat dalam bentuk Perjanjian (Adaik Basandikan Sarak, Sarak Basandikan KITABULLAH), setelah perjanjian tersebut Syaikh Burhanuddin Ulakan mendirikan Mesjid (Surau) di Daerah Tanjung Medan/Pariaman hingga sekarang Mesjid/Surau tersebut masih berdiri dan menjadi Bangunan Cagar Budaya.
Adapun murid-murid dari Syaikh
Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi yang ada di Indonesia dan sekitarnya yakni Syaikh Yusuf Tajul Mankatsi (Al Makassari) Sulawesi yang bermakam di Tanjung Harapan Afrika Selatan/Syaikh Yusuf di Jadikan Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan Afrika Selatan pada masa Pemerintahan Presiden Nelson Mandela, Syaikh Jamaluddin Al Tursani, Baba Daud
Bin Agha Ismail Bin Agha Mustata Al Jawi Ar Rumi, Syaikh Ibrahim Mufthi Taram, Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan Jawa Barat, Syaikh Abdullah Syakur Al Bantani, Syaikh Muhammad Lathif Bantani Al Jawi, Syaikh Abdul Malik Bin Abdullah Terengganu (Tok Pulau Manis) Terengganu Malaysia, Syaikh Abdul Mubin Bin Jailan Al Fathani, Syaikh Abdur Rahman Pauh Bok Al Fathani, Syaikh Daud Bin Abdullah Al Fathani Thailand.
Dapat juga penulis jelaskan selain
Syaikh Burhanuddin Ulakan yang
menyebarkan Islam di Daerah Pariaman sekitarnya, murid dari Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi yakni Syaikh
Ibrahim Mufthi Taram yang berasal dari tanah Arab (Iraq) juga berguru kepada Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi, Syaikh Ibrahim Mufthi Taram Payakumbuh datang ke Aceh (Banda Aceh) beriringan/bersamaan dengan Baba Daud Bin Agha Ismail Bin Agha Mustata Al Jawi Ar Rumi yang berasal dari Negara Turki (Ar Rumi) setelah berguru selama lebih kurang 5 Tahun Syaikh Ibrahim Mufthi diperintahkan oleh Mursyidnya Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi untuk membantu Syaikh Burhanuddin
Ulakan dalam penyebaran Islam di tanah Minang (Minangkabau).
Syaikh Ibrahim Mufthi Taram berangkat dari kota Raja Banda Aceh menuju ke Sumatera Barat menggunakan kuda, Syaikh Ibrahim Mufthi Taram berangkat bersama para pengikutnya menyisiri Pantai Timur Sumatera, sebelum sampai di Taram, Syaikh Ibrahim Mufthi Taram sempat singgah di Daerah perbatasan Sumatera Barat dengan Riau hingga sampai ke Daerah Taram/50 Kota/Payakumbuh (Syaikh Uwai Limo Puluah Malalo yang memperkenalkan Salawat Dulang selain mengambil Silsilah dari Jalur Ulakan juga ada mengambil sisilah pengajian dari Syaikh Ibrahim Mufthi Taram).
Syaikh Ibrahim Mufthi Taram berhasil Menyebarkan Islam dipedalaman Sumatera Barat Luhak Limo Puluah Koto (Kab 50 Kota), pedalaman Riau (Siak) hingga ke Pulauan Riau dimana Syaikh Ibrahim Mufthi Taram salah satu Mursyid yang memperkenalkan Gurindam 12 (dua belas) yang di populerkan oleh Raja Ali Haji Bin Raja Haji Ahmad dari Pulau Penyengat, Kepulauan Riau pada pertengahan Abad Ke-18 Masehi (1844-1857 Masehi). Syaikh Ibrahim Mufthi Taram dalam penyebaran agama Islam tidak pernah menetap pada suatu daerah dalam jangka waktu lama, Syaikh Ibrahim Mufthi Taram sering mengembara/berpindah-pindah tempat dari satu daerah ke daerah lain.
Makam/kuburan dari Syaikh Ibrahim Mufti Taram yang berada di Nagari Taram tersebut adalah Makam/Kuburan yang muncul, hal ini diketahui setelah anak kandung beliau yang bernama Syaikh Ismail Taram yang berusaha mencari ayahnya yang sedang mengembara, dalam pencariannya itu Syaikh Ismail bermimpi kalau Ayah handa beliau telah wafat dan muncul cahaya di Taram tempat pertama kali Syaikh Ibrahim Taram mengajarkan agama Islam, hingga sekarang makam/ kuburan Syaikh Ibrahim Mufthi Taram yang ada di Nagari Taram selalu diziarahi oleh Masyarakat Sumatera Barat dan Riau, disebelah makam/kuburan Syaikh Ibrahim Mufthi Taram adalah kuburan anak kandungnya Syaikh Ismail.
Kembali penulis membahas tentang Syaikh Tuangku A’luma I Kapalo Koto, Syaikh A’luma I Kapalo Koto tidak ada ikut ke Aceh bersama Syaikh Burhanuddin dimana pada saat yang bersamaan Kerajaan peninggalan dari Kakeknya Sultan Mahmud (Sripaduka Panglima Raja) mengalami bencana alam (Air bah besar/galodo hingga Kerajaan tertimbun air bah yang
bercampur lumpur). Syaikh A’luma I.
Beserta keluarganya meninggalkan Nagari Sungai Tanang, Syaikh A’luma I. Kapalo Koto beserta keluarganya berpindah tempat tinggal menuju ke lereng sebelah Barat Gunung Singgalang tepanya di Nagari Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam.
Syaikh A’luma I. Kapalo Koto mulai
mendirikan Mesjid di Jorong Lurah
(dahulunya Suraunya bernama Baitul Maqdis), Syaikh A’luma I Kapalo Koto tidak membawa atribut keturunan Raja
lagi, Syaikh A’luma I Kapalo Koto datang ke Koto Tuo atas nama ULAMA dan beliau membaur ke dalam adat minang yakni suku Sikumbang Kalampaian.
Dalam penyebaran Islam di Koto Tuo
Kecamatan IV Koto Kab Agam Syaikh A’luma I (Kapalo Koto) memiliki murid/pengikut di Jorong Lurah, Caruak, Pakan Usang, Koto Tinggi dan Kapalo Koto yang pada saat itu masih tempat pandam pekuburan, Syaikh A’luma I. Juga dibantu oleh Syaikh A’luma II. Bermakam di belakang Surau Lurah dan Syaikh A’luma III. Yang bermakam di Pakan Usang (Komplek makam Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo) dalam penyebaran agama Islam di Koto Tuo.
BAGIAN KETIGA
PENYEBARAN ISLAM DILANJUTKAN SYAIKH ALIMKANA TUANGKU NAN TUO
Setelah wafatnya Syaikh A’luma I (Pertama) Kapalo Koto sekitar Awal
Abad 17 Masehi penyebaran Islam dilanjutkan oleh Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo (Syaikh/Tuangku Pauh Pariaman) beliau lahir pada awal Abad 17 Masehi, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo berasal dari Daerah Pauh Pariaman, semasa remajanya beliau bernama Abdullah Arief (sama dengan nama Syaikh Madinah) beliau berguru/menjadi Murid dari Syaikh Kapih-Kapih Paninjauan Padang Panjang, Syaikh Kapih-Kapih Paninjauan Padang Panjang merupakan anak angkat dari Syaikh Burhanuddin Ulakan bersama dengan Syaikh Abdul Rahman yang juga anak angkat dari Syaikh Burhanuddin
Ulakan karena Syaikh Burhanuddin Ulakan tidak mempunyai anak kandung.
Syaikh Alimkana Tuangku Nan Tuo belajar kepada Syaikh Kapih-Kapih Paninjauan Padang Panjang selama lebih kurang 10 Tahun. Setelah wafatnya Syaikh Kapih-Kapih Padang Panjang pada Pertengahan abad ke-17 Masehi, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo melanjutkan berguru kepada Syaikh Khuluk/Kolok Daerah Kolok Sawahlunto selama lebih kurang 5 Tahun, Syaikh Khuluk/Kolok juga merupakan Mursyid Tariqah Satri dimana guru/mursyid beliau tersanat kepada Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali Al Jawi.
Adapun murid-murid dari Syaikh
Burhanuddin Ulakan adalah yang tertua Syaikh Kapih-Kapih Paninjauan Padang Kota Padang Panjang, Syaikh Abdul
Rahman Ulakan, Syaikh Jangguik Hitam Lubuk (Ipuh), Tuangku Nan Tuo Mansiangan, Syaikh Mula Ibrahim Lunang Pesisir Selatan dimana murid dari Syaikh Burhanuddin tersebar sampai hingga keperbatasan antara Pesisir Selatan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jambi/Kab Kerinci yakni Syaikh Abdullah Imam Al Syatari, Selain itu Syaikh Burhanuddin Ulakan juga dibantu oleh teman-teman seperguruannya yang sama-sama menimba Ilmu ke Aceh kembali ke kampung halaman masing-masing untuk menyebarkan Islam yakni Datuak Maruhun Panjang Padang Gantiang Batusangkar, Syaikh Tarapang Kubung Tigo Baleh Solok, Syaikh Buyung Mudo Bayang Puluik-Puluik dan Syaikh Mutanasir/Syaikh Surau Baru Koto Tangah Padang.
Dapat juga penulis jelaskan bahwa
Mursyid dari Syaikh Khuluk/Kolok tersanat/terhubung kepada Syaikh Muhammad Samman Madinah, dalam Sejarah Umum yang ada sekarang memang terdapat perbedaan pendapat Tentang Syaikh Samman yang di Takengon dengan Syaikh Samman yang di Madinah.
Syaikh Samman yang ada bermukim di Takengon tak lain tak bukan adalah Syaikh Muhammad Samman Madinah (Tariqah Sammani), Syaikh Samman Madinah datang ke Indonesia (ke Aceh) setelelah wafatnya Mursyid pertama beliau yakni Syaikh Ibrahim Al Qurani, Syaikh Samman melanjutkan memperdalam Ilmu Agamanya kepada Syaikh Abdurrauf Bin Ali Al Jawi (Syaikh Kuala) yang merupakan adik seperguruan dari Syaikh Ibrahim Al Qurani. Syaikh Samman menyebarkan agama Islam di Takengon atas perintah Syaikh Abdurrauf Bin Ali Al Jawi (Syaikh Kuala), Syaikh Samman dalam penyebaran Islam memadukan budaya Takengon yang masih Jahiliyah dengan cara mengajarkan Ratib Samman (Ratik Samman) yang sampai sekarang menjadi ciri Khas dari Tariqah Sammaniah.
Setelah wafatnya Mursyid dari Syaikh Samman yakni Syaikh Abdurrauf
Alpanshury Bin Ali Al Jawi (Syaikh Kuala), Syaikh Samman kembali Ke Madinah dan beliau bergelar Syaikh Samman Al
Madinah atau sering orang menyebutnya Syaikh Samman Madinah (Syaikh Muhammad Bin Abdul Karim As-Samman Al Madani Al Hasani Al Qadiri Al Quraisyi) beliau menjadi Mursyid termasyur pada awal Abad- 17 Masehi dimana Murid- murid Syaikh Samman banyak berasal dari Indonesia yakni Syaikh Abdussamad Al Falimbani yg berasal dari Palembang, Syaikh Muhammad Nafis Al Banjari, Syaikh Muhammad Nafis Al Banjari mengarang sebuah Kitab Kuning termasyur dalam Ilmu Tasawuf yang berjudul Al-Durr Al Nafis fi Bayan Wahdat Al Af’al Wa Al Asma’ Wa Al Sifat Wa Al Zat, Zat Al Taqis yang merupakan kitab kuning tentang Ilmu Makrifat. Kitab Karangan Beliau tersebut banyak dijadikan rujukan/referensi oleh para mursyidmursyid di Asia Tenggara
dalam mengajarkan Ilmu Makrifat,
Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari Kalimantan dan Syaikh Dawud Al Fathani Negeri Pattaya Thailand, setelah wafatnya Syaikh Samman, murid muridnya yang berada ditanah jazirah arab mendirikan pula Tariqah yang di beri
nama Tariqah Sammaniah.
Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan
Tuo pertama kali mengajar agama di Daerah Lawang Tigo Balai pada saat beliau mengajar di Daerah lawang, Tuangku Capuak (bermakam di komplek
makam Syaikh Inyiak Tuangku Nan Tuo Pakan Usang) yang merupakan salah satu murid dari Syaikh A’luma I. Kapalo Koto meminta Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo untuk melanjutkan menyebarkan Islam yang telah diawali oleh Syaikh A’luma I. Kapalo Koto, sekitar akhir Abad ke-17 Masehi Syaikh Inyiak
Alimkana Tuangku Nan Tuo Pakan Usang mulai menetap di Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam dan menikah dengan seorang Perempuan/gadis Koto Tuo bernama Tuo Ganyah. Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo juga mendirikan Mesjid (sekarang bernama Mesjid Al Mubarak) di Jorong Pakan Usang, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo berhasil melakukan penyebaran Islam tidak hanya di Koto Tuo tapi sampai ke Daerah lain yakni Daerah Maninjau, Daerah Matua (Matur) Lawang hingga Daerah Cingkariang Kec Banuhampu Kab Agam, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo juga memiliki istri di Daerah Maninjau, di Daerah Lawang dan di Daerah Banuhampu Kab Agam, untuk Daerah Maninjau keturunan dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo adalah Buya Hamka (cicit) (vide karangan Hamka dengan judul bukunya Ayahku).
Dari perkawinannya dengan Tuo Ganyah Koto Tuo, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo mempunyai dua orang anak satu Maninjau, Daerah Matua (Matur) Lawang hingga Daerah Cingkariang Kec Banuhampu Kab Agam, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo juga memiliki istri di Daerah Maninjau, di Daerah Lawang dan di Daerah Banuhampu Kab Agam, untuk Daerah Maninjau keturunan dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo adalah Buya Hamka (cicit) (vide karangan Hamka dengan judul bukunya Ayahku).
Dari perkawinannya dengan Tuo Ganyah Koto Tuo, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo mempunyai dua orang anak satu laki-laki dan satu perempuan, anak perempuan dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo bernama Tuo Siti Habibah. Tuo Siti Habibah menikah dengan seorang pemuda dari Nagari Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kab Agam, Suami dari Tuo Siti Habibah juga belajar Agama ke Koto Tuo (menjadi Murid dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo) dari perkawinan anak perempuan Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo, Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo mempunyai seorang cucu laki-laki yang bernama Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan yang lahir pada Tahun 1825 M, dimana Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan melanjutkan penyebaran agama Islam yang telah dilakukan oleh kakeknya.
Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan
mempunyai murid bernama Syaikh Tuangku Aua (Muhammad Yusuf) di Daerah Pakan Kamis Kamang Kab Agam dan Syaikh Inyiak A’luma Jorong Galudua (Inyiak Ayah) Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam, sekitar Tahun 1870 M Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan dan Muridnya Syaikh Inyiak Tuangku Aua/Muhammad Yusuf Pakan Kamis Kamang diasingkan oleh Pemerintah Belanda ke Daerah Pulau Ternate dan Pulau Ambon Maluku beliau berdua diasingkan selama 7 (tujuh) Tahun karena dianggap melawan kepada Pemerintah Kolonial Belanda.
Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan dituduh membuat uang palsu yang akan
dipergunakan untuk melawan Pemerintah Belanda. Setelah 7 (tujuh) Tahun di pengasingan tuduhan Pemerintah Belanda tersebut tidak terbukti karena malu telah mengasingkan Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan dan muridnya Syaikh Inyiak Tuangku Aua tanpa ada proses hukum dari Pemerintah Belanda, Pemerintah Belanda kembali memulangkan Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan dan murid beliau Syaikh Inyiak Tuangku Aua Ke Koto Tuo.
Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan selama dipengasingannya menjadi Mursyid bagi Raja/Sultan Ternate dimana pada saat Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan akan kembali ke kampung halamannya Masyarakat Ternate berat hati melepaskan Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan kembali ke kampuang halaman karena sudah
dianggap Raja/Sultan Ternate sebagai
saudaranya sendiri.
Makam/kuburan dari Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan tidak hanya di Koto Tuo saja tapi juga muncul makam/
kuburan dari Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan di Komplek pemakaman Kerajaan/Kesultanan Ternate hingga sekarang makam beliau masih di ziarahi
masyarakat Muslim Ternate. Selain Syaikh Inyiak A’luma Galudua Koto Tuo, Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan juga memiliki murid dari Nagari Koto
Tuo yakni Inyiak Labai Ibrahim yang
bermakam di Lurah, Inyiak Ma’ruf Angku Tan Nagari (Inyiak Nagari/Pili suami dari Iyak Sina rumah aguang jawijawi) dan Inyiak Labai Caruak (Caniago) yang bermakam di Jawi-Jawi Caruak. Inyiak Ma’ruf Angku Tan Nagari (Inyiak Nagari)
bersama dengan adiknya Inyiak Angku Salam (suami dari Angah Alisyah/Icah caniago) yang juga merupakan Murid dari Syaikh Inyiak Aminullah Angku Sutan merantau/berdagang ke Kota Payakumbuh pada akhir Abad-18 Masehi dimana Inyiak Ma’aruf Tan Nagari bersama dengan Masyarakat Koto Tuo perantauan yang ada di Kota Payakumbuh membangun Mushalla
(yang pada saat itu terbuat dari Kayu) di Kelurahan Dayabangun (Gantiang) Payakumbuh, sekarang Mushalla tersebut telah menjadi Mesjid yang diberi nama Mesjid Mukhlisin.
BAGIAN KEEMPAT
PERKEBANGAN ISLAM YANG PESAT PADA MASA SYAIKH INYIAK A’LUMA GALUDUA
Syaikh Inyiak A’luma Galudua (Inyiak Ayah) Koto Tuo lahir Tahun 1856 merupakan Putra Koto Tuo, Ibu beliau orang Koto Tuo dari Suku Sikumbang Sungai Limau sedangkan ayah beliau berasal dari Pariaman, Syaikh A’luma Galudua di beli gelar A’luma oleh guru beliau Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku
Sutan, sama dengan gelar yang di terima Syaikh A’luma I Kapalo Koto dari Ayahnya Syaikh Madinah/Syaikh Baghodaik (Syaikh Baghdadi) Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu Kab Agam.
Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan sudah mengangap seperti anak sendiri kepada Syaikh A’luma Galudua (1856-1961) dimana pada usia 13 Tahun Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan meminta kepada orang tua Syaikh A’luma Galudua agar tinggal bersama Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan, kedua orang tua dari Syaikh A’luma Galudua sangat gembira karena anaknya dijadikan anak angkat oleh Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan, sejak saat itu Syaikh Inyiak A’luma Galudua di didik dan dibesarkan oleh Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan.
Syaikh Inyiak A’luma Galudua memiliki pengaruh yang sangat besar pada awal abad-19 Masehi dimana Syaikh A’luma Galudua memiliki banyak sekali murid tidak hanya di Daerah Koto Tuo saja tapi hingga ke beberapa daerah sampai ke perbatasan antara Sumatera Barat dengan Provinsi Riau dan juga sampai antara perbatasan Provinsi Sumbar dengan Provinsi Jambi yaitu Daerah Sungai Panuah yang dahulunya disebut Provinsi Sumatera Tengah.
Khusus untuk Daerah Sumatera Barat
Murid Syaikh Inyiak A’luma Galudua tersebar di beberapa daerah seperti Lintau Kab Tanah Datar bernamaTuangku Lintau, Kab Sawahlunto bernama Tuangku Talawi sedangkan untuk Daerah Pariaman Murid dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua antara lain Tuangku Ismail Kiambang di Lubuk Aluang, Buya Angku Panjang di Sungai Sariak, Angku Paingan Sungai Limau di Sungai Limau, Tuangku Musa Kabun di Ulakan dan Tuangku Saleh/Saliah Kiramaik di Sungai Sariak dan banyak lagi yang penulis tidak ketahui.
Sedangkan untuk Daerah Koto Tuo murid dari Syaikh A’luma Galudua (Inyiak ayah) adalah anak beliau sendiri yakni Tuangku Zainuddin wafat di usia muda 36 Tahun terkena Malaria, Tuangku Mansyur (sering disebut Tuangku Manson) wafat pada Tahun 1949, Tuangku Mahmud (Mamuik) wafat pada Tahun 1959 dan Tuangku Ismail meninggal Tahun 1994 sekarang tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh cucu dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua Tuangku Mudo Ismet yang merupakan anak kandung dari Tuangku Ismail.
Untuk Nagari Guguak Randah murid
dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua
adalah Angku Haji Harun, Angku Haji Harun (Ahli Hadits dan Kitab Kuning) sebelum berguru kepada Syaikh A’luma Galudua telah berpetulang/melanglang buana di tanah jazirah arab (tinggal di
Makkah dan Madinah) hingga ke benua hitam Afrika (Mesir, Maroko) selama lebih kurang 7 Tahun menimba Ilmu Agama namun akhirnya perhentian terakhir Angku Haji Harun dalam pencarian Ilmu yang Hakiki berjumpa di kampung halaman sendiri yakni pada Syaikh Inyiak A’luma Galudua.
Selain itu murid dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua di Koto Tuo adalah Angku Labai Salin (caniago), Angku Labai Noer Caruak, Angku Labai Mudo dan Angku Labai Ibrahim di Lurah (keponakan dari Angku Labai Ibrahim pertama yang merupakan murid Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku Sutan) dimana Inyiak A’luma Galudua kembali membeli gelar Labai Ibrahim kepada keponakannya, dan Angku Labai Lani di Galudua dan banyak lagi yang penulis tidak mengetahuinya dari Jorong yang lainnya Murid dari Syaikh A’luma Galudua.
Selain orang Minang Syaikh Inyiak A’
luma Galudua juga memiliki murid dari Mancana Negara, pada Tahun 1946 dua orang warga Negara Jerman datang ke Nagari Koto Tuo dimana kedua orang Jerman tersebut berguru kepada Syaikh Inyiak A’luma Galudua (berbaiat). Mereka belajar di Koto Tuo selama lebih kurang 3 (tiga) Tahun, pada Tahun 1948 terjadi agresi Belanda II dimana Belanda berkeinginan kembali menjajah di Indonesia dan Belanda juga melakukan swipping terhadap semua warna negara asing yang masih ada di Indonesia, kedua murid Syaikh Inyiak A’luma Galudua termasuk yang terkena swipping oleh Belanda akhirnya kedua murid Syaikh Inyiak A’luma tersebut di deportasi dari Indonesia karena ditakutkan tertembak dalam kontak senjata (dituntut secara hukum oleh Pemerintah Jerman apabila warga negaranya tertembak dalam agresi Belanda II), sejak saat itu kedua murid dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua yang berkewarganegaraan Jerman tersebut berpisah dengan Mursyidnya untuk selama-lamanya.
Dapat juga penulis jelaskan pada saat
agresi Belanda II Tuangku Mahmud/Mamuik menjadi Wali Perang Pemerintah Indonesia di Daerah Agam/Bukittinggi dalam melawan Penjajah Belanda dimana Pusat Pemerintah Republik Indonesia di Pindahkan Ke Kota Bukittinggi oleh Soekarno Hatta karena mereka berdua ditangkap Pemerintah Belanda pada saat Agresi Belanda II (Yogyakarta).
Pemerintahan Indonesia beralih ke Kota Bukittinggi yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara. Pada saat Tuangku Mahmud/Mamuik di cari tentara Belanda ke Koto Tuo beliau tidak berada di tempat yang ada dalam Mesjid pada saat itu Tuangku Mansyur/Manson yang baru saja selesai menjadi Imam Sholat Isya.
Tentara Belanda tersebut menduga
kalau Tuangku Mansyur/Manson tersebut Tuangku Mahmud lalu mereka menembaki Tuangku Mansyur/Manson menggunakan senjata otomatis namun tidak satupun pelurunya yang mengenai tubuh Tuangku Mansyur/Manson melihat hal tersebut lalu tentara Belanda, membakar Surau Tuangku Mahmud karena kesal tidak berhasil menemukan Tuangku Mahmud lalu tentara Belanda yang membakar Surau Tuangku Mahmud mendorong tubuh Tuangku Mansyur/
Mason yang tidak beranjak/berpindah dari tempat beliau pertama kali berdiri di depan Surau Tuangku Mahmud ke dalam api yang membara membakar Surau. Atas izin ALLAH SWT jasad Tuangku Mansyur/Manson menghilang dalam kobaran api yang menyala-nyala dan Atas Izin ALLAH SWT juga Makam/Pusara/Kuburan Tuangku Mansyur/Manson muncul di Ulakan (dalam Komplek Makam Syaikh Burhanuddin Ulakan Pariaman)
.
Syaikh Tuangku Mansyur/Mason telah mengorban nyawanya untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, sedikit orang yang mengetahui sejarah ini begitu besar jasa dari anak Syaikh Inyiak A’luma Galudua memperjuangkan kebebasan kampung halaman dan Negaranya dari penjajahan Kolonial Belanda.
Kembali penulis membahas Kedua Murid dari Syaikh Inyiak A’luma yang berasal dari Negara Jerman, mereka berhasil mengembangkan/mengajarkan agama Islam di Negara/kampung halamannya di Jerman. Pada Tahun 1996 anak Perempuan dari Murid Syaikh Inyiak A’luma asal Negara Jerman tersebut datang ke Indonesia menziarahi Makam Syaikh Inyiak A’luma Galudua Koto Tuo, anak mereka berkeinginan langsung melihat dimana ayah mereka belajar agama Islam/ mendapatkan Hidayah (yang tercatat dalam buku harian ayah mereka). Kedua orang Jerman tersebut mengetahui Tentang Syaikh Inyiak A’luma Galudua tidak lepas dengan peristiwa Tahun 1926 dimana pada Tahun tersebut seluruh Ulama yang ada di Sumatera Tengah di kumpulkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda atas Perintah Pemerintahan Belanda di Amsterdam karena adanya pertentangan antara Kaum Tuo dengan Kaum Mudo (Ibnu
Saud berhasil menguasai/merebut kota Makkah dan Madinah dari tangan Kesultanan Turki Ustmani/Ottoman atas bantuan Negara sekutu pada Tahun 1924). Pertemuan Ulama Se Sumatera Tengah tersebut dilakukan di Kota Bukittinggi yang dihadiri lebih kurang 200 orang Ulama masing-masing daerahnya termasuk Syaikh Inyiak A’luma Galudua di undang untuk menghadiri kegiatan pertemuan Ulama Se-Sumatera Tengah, Syaikh Inyiak A’luma Galudua mewakili atas nama Nagari Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam. Dalam pertemuan tersebut, para Ulama yang hadir ditanya satu persatu oleh tim penguji (Orientalis) yang didatangkan langsung dari Negeri Belanda, pertanyaan penguji tersebut mengenai silsilah keilmuan dan kajian Agama yang diajarkan apakah sanatnya sampai ke Pada Nabi Muhammad Rasullullah SAW dimana pada saat Syaikh A’luma Galudua mendapatkan giliran di tanya oleh penguji orientalis tersebut Syaikh Inyiak A’luma Galudua dapat menjawab dengan baik dan benar
pertanyaan yang diajukan tim Penguji
(orientalis) tersebut selaku Ulama dari
Nagari Koto Tuo, atas jawab Syaikh
A’luma Galudua yang jelas dan cermat tentang agama Islam kepada tim penguji (orang orientalis), Syaikh Inyiak A’luma Galudua di beri tanda jasa berupa lencana langsung oleh Pemerintah Belanda dari Amsterdam, mereka mengakui atas silsilah, keilmuan serta Ke-Ulamaan dari Syaikh Inyiak A’luma Galudua (arsipnya masih tersimpan rapi sampai sekarang di Universitas Leiden Den Haaq Belanda).
Lencana yang diterima Syaikh Inyiak
A’luma Galudua tersebut yang memberi adalah Raja Belanda yang saat itu dipimpin seorang perempuan yang bernama Ratu Wilhelmina (1880-1962) yang diserahkan oleh Perwakilan/Residen Pemerintah Hindia Belanda yang ada di Sumatera Barat (Kota Padang).
Dapat juga sekilas penulis jelaskan
peninggalan dari Raja Kerajaan kecil
(Adipati) yang bergelar Sripaduka Panglima Raja (Sultan Mahmud) berupa Aguang (gong) beserta rantai ameh (emas) nya, Payuang Ameh (emas), Kuciang Ameh (emas), Lasuang Perak dan tombak basi peninggal Kerajaan tersebut berhasil diambil kembali oleh Tuo Panjang Galak (cucu dari Syaikh A’luma I) dimana beliau bermimpi dalam mimpinya Tuo Panjang Galak disuruh untuk mengambil kembali peninggalan leluhurnya yang tertimbun di Sungai Tanang kemudian Tuo Panjang Galak mengambil kembali peninggalan Raja Sripaduka Panglima Raja.
Setelah berhasil Tuo Panjang Galak
mengambil Peninggalan Moyangnya yang tertimbun longsor, Tuo Panjang Galak membagi benda-benda tersebut untuk Daerah Koto Tuo (keturunan Syaikh
Inyiak A’luma I) berupa Aguang (gong) yang masih ada tergantung sampai sekarang di dalam Rumah Tuo Jawi-Jawi di Jorong Caruak Koto Tuo sedangkan
Payuang Ameh (emas), tombak basi
diberikan pada balahan di Guguak Tinggi, Kuciang Ameh (Emas), Lasuang Perak diserahkan Tuo Panjang Galak kepada balahan di Guguak Randah.
Tuo Panjang Galak merupakan Murid dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo atas petunjuk dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo, Tuo Panjang Galak membagi peninggalan Kerajaan Sungai Tanang tersebut kepada Daerah Guguak Tinggi dan Guguak Randah.
Bahwa dapat Penulis uraikan Ranji/silsilah Mursyid dari Syaikh A’luma I Kapalo Koto (abad Ke-16 Masehi) :
ALLAH SWT
Jibril AS
1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW
2. Ali Bin Abi Thalib.
3. Imam Hasan.
4. Imam Husein.
5. Imam Zayn Al- Abidin.
6. Imam Muhammad Al- Baqir.
7. Imam Ja’far Al Sadiq.
8. Imam Musa Al Kadzim.
9. Imam Ali Uraidhai.
10. Syaikh Sultan Arifin Abu Yazid Al
Bistami.
11. Syaikh Muhammad Al Magribi.
12. Syaikh Al Arabi Yazid Al Ishqi.
13. Syaikh Abu Al Muzaffar Al Thusi.
14. Al Qutb Bin Abu Hasan Al Qarqani.
15. Syaikh Hadaqili Al Mawiri.
16. Syaikh Muhammad Ashiq.
17. Sayyid Syaikh Muhammad Arif.
18. Syaikh Shah Abdullah Allah Al
Shattari.
19. Al Imam Muhammad Qadin Al Shattari.
20. Syaikh Hidayat Allah Al Sarmasti
Sirmasat.
21. Syaikh Haji Hasur Hunduri.
22. Muhammad Gauth Al Hindi.
23. Syaikh Wajahuddin Al Din Al Uluwy.
24. Sayyid Sibgat Allah/Sibgatullah.
Syaikh Muhammad Bin Fadlullah Al
Burhanpuri (seperguruan dengan
Sayyid Sibgat Allah)
25. Syaikh Ahmad Al Shinawi.
26. Syaikh Ahmad Al Qushashi Palestine.
Sayyid Syaikh Madinah/Syaikh
Abdullah Arif /Syaikh Bagodaik
(Syaikh Baghdadi) Sungai Tanang Kec
Banuhampu Kab Agam (seperguruan
dengan Syaikh Ahmad Al Qushashi). 27. Sayyid Syaikh A’luma I Kapalo Koto
Kec. IV Koto Kab Agam.
28. Inyiak Tuangku Capuak.
(Silsilah dari Syaikh Aluma I Kapalo Koto terhenti sampai dengan Inyiak Tuangku Capuak karena sisilah pengajian selanjutnya dari Koto Tuo diambil dari ranji/silsilah Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo dimana dari kedua Silsilah tersebut keatasnya kembali bertemu kepada Mursyid yakni Syaikh Ahmad Al Shinawi).
dan silsilah/ranji Mursyid dari Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo Jorong
Pakan Usang :
ALLAH SWT
Jibril AS
1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
2. Ali Bin Abi Thalib.
3. Imam Hasan.
4. Imam Husein.
5. Imam Zayn Al- Abidin.
6. Imam Muhammad Al- Baqir.
7. Imam Ja’far Al Sadiq.
8. Imam Musa Al Kadzim.
9. Imam Ali Uraidhai.
10. Syaikh Sultan Arifin Abu Yazid Al
Bistami.
11. Syaikh Muhammad Al Magribi.
12. Syaikh Al Arabi Yazid Al Ishqi.
13. Syaikh Abu Al Muzaffar Al Thusi.
14. Al Qutb Bin Abu Hasan Al Qarqani.
15. Syaikh Hadaqili Al Mawiri.
16. Syaikh Muhammad Ashiq.
17. Sayyid Syaikh Muhammad Arif.
18. Syaikh Shah Abdullah Allah Al
Shattari.
19. Al Imam Muhammad Qadin Al Shattari.
20. Syaikh Hidayat Allah Al Sarmasti
Sirmasat.
21. Syaikh Haji Hasur Hunduri.
22. Muhammad Gauth Al Hindi.
23. Syaikh Wajahuddin Al Din Al Uluwy.
24. Sayyid Sibgat Allah/Sibgatullah.
Syaikh Muhammad Bin Fadlullah Al
Burhanpuri (seperguruan dengan
Sayyid Sibgat Allah)
25. Syaikh Ahmad Al Shinawi.
26. Syaikh Ahmad Al Qushashi Palestine.
27. Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali
Al Jawi.
28. Syaikh Burhanuddin Ulakan Pariaman.
Syaikh Ibrahim Mufthi Taram
(seperguruan dengan Syaikh
Burhanuddin Ulakan)
29. Syaikh Kapih-Kapih Paninjauan Padang
Panjang.
30. Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan
Tuo Koto Tuo IV Koto.
31. Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku
Sutan Koto Tuo IV Koto. Syaikh
Inyiak Tuangku Aua/Muhammad Yusuf
Pakan Kamis Kamang.
32. Syaikh Inyiak Tuangku A’luma Mufthi
Galudua Koto Tuo IV Koto
(seperguruan dengan Syaikh Aua).
Selain itu Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan Tuo Juga ada berguru kepada Syaikh Khuluk/Kolok Daerah Sawahlunto memiliki silsilah/ranji Mursyid :
ALLAH SWT
Jibril AS.
1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
2. Ali Bin Abi Thalib.
3. Imam Hasan
4. Imam Husein
5. Imam Zayn Al- Abidin.
6. Imam Muhammad Al- Baqir.
7. Imam Ja’far Al Sadiq.
8. Imam Musa Al Kadzim.
9. Imam Ali Uraidhai.
10. Syaikh Sultan Arifin Abu Yazid Al
Bistami.
11. Syaikh Muhammad Al Magribi.
12. Syaikh Al Arabi Yazid Al Ishqi.
13. Syaikh Abu Al Muzaffar Al Thusi.
14. Al Qutb Bin Abu Hasan Al Qarqani.
15. Syaikh Hadaqili Al Mawiri.
16. Syaikh Muhammad Ashiq.
17. Sayyid Syaikh Muhammad Arif.
18. Syaikh Shah Abdullah Allah Al
Shattari.
19. Al Imam Muhammad Qadin Al
20. Syaikh Hidayat Allah Al Sarmasti
Sirmasat.
21. Syaikh Haji Hasur Hunduri.
22. Muhammad Gauth Al Hindi.
23. Syaikh Wajahuddin Al Din Al Uluwy.
24. Sayyid Sibgat Allah/Sibgatullah.
Syaikh Muhammad Bin Fadlullah Al
Burhanpuri (seperguruan dengan
Sayyid Sibgat Allah)
25. Syaikh Ahmad Al Shinawi.
26. Syaikh Ahmad Al Qushashi
Palestine.
Syaikh Ibrahim Al Qurani Turki.
27. Syaikh Abdurrauf Alpanshury Bin Ali
Al Jawi (seperguruan dengan Syaikh
Ibrahim Al Qurani Turki).
28. Syaikh Muhammad Samman Madinah.
29. Syaikh Hatri.
30. Syaikh Lunto, Batang Lunto.
31. Syaikh Khuluk/Kolok.
Syaikh Kukuik (seperguruan dengan
Syaikh Kolok).
32. Syaikh Inyiak Alimkana Tuangku Nan
Tuo Koto Tuo IV Koto.
33. Syaikh Inyiak Aminullah Tuangku
Sutan Koto Tuo IV Koto.
Syaikh Inyiak Tuangku Aua Muhammad
Yusuf Pakan Kamis Kamang.
34. Syaikh Inyiak Tuangku A’luma Mufthi
Galudua Koto Tuo IV Koto
(seperguruan dengan Syaikh Aua).
Mengenai Tuangku Badarah Putiah penulis tidak mengetahui tentang silsilah/ ranji/Mursyid dari beliau dan juga penulis tidak dapat juga memastikan abad ke berapa Tuangku Badarah Putiah hidup namun menurut cerita yang penulis ketahui, Tuangku Badarah Putiah menganut paham Wahdatul Wujud sama seperti Syaikh Hamzah Fansuri (abad 15 M akhir).
Sedangkan Tuangku Salam gugur/wafat dalam perperangan di Malaysia, Tuangku Salam berangkat ke Malaysia untuk
membantu Kesultanan Malaysia dalam
berperang. Makam/kuburan Tuangku
Salam muncul di kampung halamannya di Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam. Syaikh A’luma I Kapalo Koto juga
memilik murid perempuan yang sangat Alim/taat (wanita Suci) dimana dalam Islam kita mengenal 4 (empat) orang
Wanita Utama (wanita Suci) dalam sejarah Islam yaitu yang Pertama istri Firaun yang menyelamatkan dan yang membesarkan Nabi Musa AS Ibunda Asiyah RA yang Kedua Ibu dari Nabi Isa AS Ibunda Maryam RA yang ketiga Istri Nabi Muhammad Rasullullah SAW Ibunda Sayidah Khadijah RA dan yang ke empat anak perempuan Nabi Muhammad Rasullullah SAW Ibunda Sayidah Fatimah Az Zahra RA. Murid perempuan dari Syaikh A’luma I Kapalo Koto tersebut berasal dari Nagari Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kab Agam, Beliau bernama Tuo Noerasiah, Tuo Noerasiah memilik seorang Putra (anak semata wayang).
Anak laki-laki Tuo Noerasiah tersebut sudah menjadi Ulama pada usia muda yang bergelar Tuangku Syaikh Agam. Konon cerita/sejarah yang penulis dapat dari Alm orang tua penulis Syaikh Tuangku Agam memiliki KARAMAH yang Istimewa, Syaikh Tuangku Agam berangkat/berjalan kaki dari Nagari Koto Tuo ke Kota MAKKAH AL MUKARRAMAH hanya dalam satu hari (pulang pergi)secara logika memang mustahil tapi itulah kebesaran ALLAH SWT dapat berkehendak kepada siapa yang diinginkan-NYA.Makam/kuburan Tuo Noerasiah dan anaknya Tuangku Syaikh Agam berada di atas Bukik/Bukit Guguak Bulek Kecamatan IV Koto Kab Agam. Pada Masa Syaikh A’luma Galudua, beliau ada menugaskan 2 (dua) orang Muridnya untuk merawat dan membersihkan Makam dari Syaikh Tuangku Agam yakni Inyiak Pakiah Marajo yang berasal dari Nagari Batusangkar yang tinggal di rumah aguang jawi-jawi (sudah dianggap seperti anak oleh Iyak Sina) dan Inyiak Pakiah Karana yang merupakan suami dari Iyak Rawa (caniago). Makam Syaikh Tuangku Agam sampai saat ini masih ada diziarahi Masyarakat Koto Tuo dan sekitarnya (Masyarakat Taruko).
Dari penjelasan diatas, maka
tergambarlah awal Perkembangan
Islam yang di lakukan oleh beberapa Ulama di Daerah Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kab Agam dimulai dari abad-16 hingga Tahun 1961, para Ulama tersebut
semuanya bermazhabkan pada Abu Abdullah Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’i Al Muththalibi Al Qurasyi (Imam Asy Syafi’i) bersyariatkan Ahlulsunnahwal
jamaah.
Koto Tuo, 2010.
Penulis Azhar St Batuah