ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL DOSEN DI POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

  • Whatsapp
Mujiyati, SE, M.Si. Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Kesehatan Gigi.

Penulis : Mujiyati, SE, M.Si

Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Kesehatan Gigi

 

PENELITIAN

Latar Belakang

Dosen sebagai salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi mempunyai andil sangat besar dalam keberlangsungan proses pendidikan. Peran, tugas, dan tanggung jawab dosen sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis tersebut, diperlukan dosen yang profesional (Dikti, 2010). Sebagai  pendidik profesional dan ilmuwan, dosen bertugas mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Peningkatan layanan pendidikan dilakukan melalui peningkatan mutu proses pembelajaran di insitusi pendidikan,  merupakan sesuatu yang kompleks. Hal ini dikarenakan berbagai komponen turut terlibat didalamnya, meliputi peningkatan kualifikasi  dosen,  sistem  kompensasi, kondisi  ruang  belajar, tingkat  kehadiran  dosen,  dan  rasio mahasiswa  perkelas.

Hubungan yang serasi antara dosen dengan mahasiswa juga menjadi  hal penting yang berkontribusi terhadap proses dan hasil pembelajaran. Namun demikian hubungan tersebut harus didukung sumber daya, kurikulum  aplikatif, dan pengelolaan. Pendidikan saat ini menuntut mutu yang baik dan   hanya akan tercapai  jika  semua  unsur pendukung  mutu dapat bersinergi dalam melaksanakan tugasnya mencapai tujuan yang dimaksud.

Dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran,   dosen diharapkan dapat mengarahkan mahasiswa agar dapat merebut peluang dan berhadapan dengan tantangan global. Namun demikian, Goleman (1999) berpendapat bahwa kemampuan seseorang menerima tantangan senantiasa berubah-ubah dengan mengikut dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, hal ini berhubungan dengan kemahiran dan kestabilan emosi seseorang yang dapat melakukan penyesuaian diri. Dengan kata lain seorang dosen harus memiliki kecerdasan emosional yang baik.

Goleman (2002) mendefinisikan kecerdasan emosional (emotional intelligency) sebagai kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri/ mengenali emosi diri, pengendalian diri/ mengelola emosi, motivasi diri, empati/ mengenali emosi orang lain dan keterampilan sosial/ membina hubungan. Namun demikian sampai saat ini belum ada alat ukur yang baku, yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional seseorang.

Pentingnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja sudah ditunjukkan oleh beberapa penelitian terdahulu. Kajian Cherniss (2001) menjelaskan bahwa faktor kecerdasan emosi seseorang dapat meningkatkan komitmen pekerjaan seseorang. Sejalan dengan kajian Carson dan Carson (1998), seseorang individu yang berkomitmen terhadap pekerjaannya merupakan mereka yang mempunyai emosi yang cerdas, sehingga dapat memotivasi diri, memotivasi orang lain dan mengendalikan emosi diri, berwawasan apabila membuat suatu keputusan, empati dengan memahami psikologi orang lain serta membangun dan menjalin hubungan sosial yang baik.

Penelitian Sumiyarsih menyimpulkan ada hubungan yang signifikan antara OCB (organizational citizenship behavior) atau perilaku kewarganegaraan dalam organisasi yang merupakan perilaku kooperatif dan saling membantu yang berada di luar persyaratan formal sangat penting bagi berfungsinya suatu organisasi. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi OCB. Kecerdasan emosional memberikan kontribusi sebesar 55,9% dari OCB. Keberhasilan suatu organisasi dalam menjawab tantangan-tantangan yang datang tidak hanya ditentukan oleh perilaku karyawan yang menjadi tugas sesuai deskripsi pekerjaannya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Eq dan Agus (2007) menemukan bahwa produktivitas kerja memiliki hubungan secara positif dengan kemampuan karyawan dalam mengelola emosi atau yang sering disebut dengan kecerdasan emosional, khususnya dengan aspek ketrampilan sosial (kemampuan menjalin hubungan, berkomunikasi, dan bekerjasama dengan orang lain) dari kecerdasan emosional.

Goleman (2005) mengatakan bahwa 80% kesuksesan hidup seseorang, termasuk keberhasilan di lingkungan bisnis atau kerja, dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan emosional dapat membantu seorang karyawan dalam melaksanakan atau menjalankan pekerjaannya, selain itu dapat pula memotivasi para karyawan melakukan perilaku kerja positif yang ekstra secara tulus dan membantu membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja atau kantor, maupun lingkungan sosial masyarakat. Selain itu terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja guru sebesar 0,621 dan koefisien determinasi 38,6 %.

Agustian (2001) berdasarkan penelitian dan pengalamannya dalam memajukan perusahaan berpendapat bahwa keberadaan kecerdasan emosional yang baik akan membuat seorang karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih baik. Penelitian lainnya  yang pernah dilakukan oleh Boyatzis (1999 dalam Fabiola, 2005) dan Chermiss (1998 dalam Fabiola, 2005) terhadap beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan maka hasil yang didapat menunjukan bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan.

Poltekkes Palembang saat ini memiliki delapan program studi dengan 133 dosen yang sebagian besar sudah tersertifikasi. Beberapa dosen juga memiliki tugas tambahan menduduki jabatan pada tingkat program studi maupun tingkat direktorat. Kondisi ini tentunya menambah keberagaman karakteristik dosen dan selanjutnya diasumsikan dapat mempengaruhi kecerdasan emosionalnya yang selanjutnya dapat menentukan kualitas kinerja yang dihasilkannya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mempunyai dua tujuan yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu Mengetahui kecerdasan emosional (emotional intelligency) dosen Poltekkes Palembang. Sedangkan Tujuan Khusus nya adalah :

  1. Mengidentifikasi karakteristik dosen Poltekkes Palembang.
  2. Mengidentikasi kecerdasan emosional dosen Poltekkes Palembang, yang meliputi: kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi dirinya sendiri, mengenali emosi orang lain/ empati dan membina hubungan dengan orang lain.
  3. Menganalisis keterkaitan antara karakteristik dengan kecerdasan emosional dosen Poltekkes Palembang, yang meliputi: kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi dirinya sendiri, mengenali emosi orang lain/ empati dan membina hubungan dengan orang lain.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap keberlangsungan Poltekkes Palembang dalam pemberian jasa pendidikan yang meliputi:

  1. Bagi pihak manajemen Poltekkes Palembang: memberikan sumbangan pemikiran dalam mengelaborasi kebijakan guna optimalisasi situasi dan kondisi pembelajaran yang kondusif dengan mengedepankan kualitas/ mutu.
  2. Bagi peneliti: mempunyai pengalaman penelitian di bidang pendidikan, memperoleh informasi berharga dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan serta pembinaan terhadap dosen sebagai sumber daya manusia.
  3. Bagi dosen: dapat meningkatkan self awareness sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi diri yang dimiliki sehingga selanjutnya dapat mengoptimalkan kinerjanya sebagai dosen.
  4. Bagi mahasiswa: dapat memperoleh pembelajaran yang semakin berkualitas.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis data.

  1. Identifikasi variabel penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada, maka yang menjadi variabel penelitian adalah variabel karakteristik dosen dan kecerdasan emosional dosen Poltekkes Palembang.

  1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik yang bertujuan untuk menilai suatu kondisi dan selanjutnya hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan suatu program.

  1. Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.

  1. Definisi Operasional variabel penelitian

Kecerdasan emosional adalah kemampuan  dosen Poltekkes Palembang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina kerjasama dengan orang lain. Alat ukur menggunakan : kuesioner. Cara ukur : angket, hasil ukurnya adalah jika dosen memiliki kecerdasan emosional yang baik jika nilai test kecerdasan emosional secara keseluruhan > mean atau median dan dosen dinilai memiliki kecerdasan emosional yang kurang baik jika nilai test kecerdasan emosional secara keseluruhan  < mean atau median. Skala ukur: ordinal. Secara terinci akan dinilai juga kelima komponen/aspek yang membentuk kecerdasan emosional.

  1. Populasi dan metode pengambilan sampel

Populasi adalah seluruh dosen Poltekkes Palembang yang terdistribusi di delapan program studi. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak Sub Bagian Adminstrasi Akademik, diketahui jumlah dosen Poltekkes Palembang secara keseluruhan adalah 133 dosen.

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik total populasi. Hal ini dilakukan agar setiap dosen mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat dalam penelitian

  1. Metode pengambilan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode skala dimana data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang diajukan responden mengenai suatu hal yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pernyataan. Peneliti menggunakan skala kecerdasan emosional.

Skala kecerdasan emosional terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), bekerjasama dengan orang lain (Goleman, 2002) yang berguna untuk mengukur sejauhmana kecerdasan emosional dimiliki oleh dosen Poltekkes Palembang. Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk blue print.

  1. Metode Analisis Instrumen

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.

Pembahasan

Tingkat emosional para dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes Palembang sangat baik, terutama para dosen yang sudah sertifikasi. Hal itu dikarenakan mereka mampu mengenal emosi diri, megelola, dan memotivasi diri, mengenal emosi orang lain, dan mampu membina hubungan sosial mereka. Selain itu, para dosen yang sudah disertifikasi juga lebih bertanggung dalam tugas, stabil dalam emosi dan bertindak, serta lebih enjoy dan tenang dalam menganjar. Hal itu dapat dimaklumi karena para dosen yang sudah di sertifikasi lebih memfokuskan diri dalam bekerja karena mereka memiliki kewajiban dibandingkan dengan para doeen yang belum disertifikasi. Dengan adanya kontiunitas bekerja, maka stabilitas emosional mereka lebih baik.

Kesimpulan dan Saran  

Kesimpulan

  1. Sebagian besar responden (53,8%) memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, dengan komponen kecerdasan emosi : 64,8% dosen memiliki kemampuan membina hubungan dengan orang lain, 57,1% dosen mampu mengelola emosi dengan baik, 52,7% mampu memotivasi diri sendiri, 63,7% mampu mengenali emosi orang lain dan 51,6% mampu mengenali emosi diri.
  2. Terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dosen yang berpengalaman mengajar <14 tahun dengan dosen yang berpengalaman mengajar ≥ 14 tahun. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2.799, artinya dosen yang berpengalaman mengajar ≥ 14 tahun mempunyai peluang 2.799 kali untuk memiliki kecerdasan emosi tinggi dibandingkan dosen yang berpengalaman mengajar <14 tahun
  3. Terdapat signifikan antara kecerdasan emosi dosen yang telah tersertifikasi dengan dosen yang tidak/belum tersertifikasi. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3.046, artinya dosen yang telah tersertifikasi mempunyai peluang 3.046 kali memiliki kecerdasan emosi tinggi dibandingkan dosen yang belum/tidak tersertifikasi

Saran

  1. Hasil analisis deskriptif menunjukkan variabel kecerdasan emosional dosen di lingkungan poltekkes palembang termasuk dalam klasifikasi tinggi, sehingga disarankan untuk tetap dipertahankan atau kalau bisa ditingkatkan.
  2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih dalam tidak terbatas pada variabel kecerdasan emosi saja namun juga kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual maupun  penambahan variabel lainnya serta diharapkan dapat menggunakan cakupan obyek penelitian yang lebih luas. Selain itu dalam penelitian lanjutan diharapkan dapat dikembangkan model analisis yang ada untuk mendapat hasil yang lebih mendalam.

 

 

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *