Palembang, newshunter.com – Sejumlah mahasiswa dari Mabes Advokasi Hukum Sriwijaya menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri (PN) Palembang Kelas IA Khusus, Senin (10/3/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap kasus hukum yang menimpa seorang wanita lanjut usia, Ernaini binti Syakroni, yang saat ini menghadapi gugatan praperadilan atas status tersangkanya.
Dalam aksi ini, para mahasiswa menyerukan agar Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) memberikan perhatian khusus serta pengawalan ketat terhadap kasus yang menimpa Ernaini. Mereka menilai penetapan status tersangka terhadap nenek tersebut cacat hukum dan berpotensi mencoreng citra keadilan di Kota Palembang.
Koordinator aksi, Realis, dalam orasinya menyatakan bahwa tim kuasa hukum Ernaini telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan tersangka oleh penyidik. Perkara ini terdaftar dalam register Pra Pid Nomor: 2/Pid.Pra/2025/PN Palembang sejak 3 Maret 2025.
“Kami yakin majelis hakim yang mengadili permohonan praperadilan ini akan bertindak arif dan bijaksana. Hari ini, nasib nenek Ernaini binti Syakroni bergantung pada keputusan majelis hakim,” ujar Realis dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kasus ini tidak boleh menjadi preseden buruk bagi dunia hukum di Palembang. Menurutnya, ada banyak kejanggalan dalam proses hukum yang menjerat nenek Ernaini.
“Kami menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Ernaini cacat hukum, terutama karena objek pidana yang dipermasalahkan adalah duplikat akta nikah. Seharusnya ada proses pembuktian yang lebih ketat sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus seperti ini,” kata Realis.
Dalam aksi damai tersebut, para mahasiswa juga meminta agar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial turut serta dalam mengawasi jalannya persidangan. Mereka berharap agar kasus ini tidak diseret ke arah yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
“Kami meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk turun tangan dan melakukan pemantauan khusus terhadap perkara ini, agar prosesnya berjalan dengan baik dan tidak ada intervensi dari pihak manapun,” tambahnya.
Tak hanya itu, Realis juga menyoroti lemahnya proses penyelidikan terhadap barang bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka. Ia mendesak Kapolri dan Kapolda Sumatera Selatan untuk mengevaluasi kinerja penyidik yang menangani kasus ini.
“Seharusnya, sebelum menetapkan tersangka, pihak kepolisian melakukan uji laboratorium forensik terhadap duplikat akta nikah yang menjadi objek pidana. Namun, hal itu tidak pernah dilakukan,” tukasnya.
Hendi Romadoni, S.H., perwakilan dari Mabes Advokasi Hukum Sriwijaya, menambahkan bahwa penetapan tersangka terhadap Ernaini didasarkan pada Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan akta otentik. Namun, menurutnya, tuduhan tersebut sangat lemah karena tidak didukung oleh bukti yang kuat.
“Kami melakukan aksi mendadak ini karena baru hari ini mendapat informasi bahwa sidang praperadilan akan digelar. Harapan kami, majelis hakim membatalkan status tersangka nenek Ernaini karena tidak ada bukti kuat bahwa beliau melakukan pemalsuan akta nikah,” ujarnya.
Hendi juga mengungkapkan bahwa tiga hari sebelumnya, Ernaini sempat dirawat di rumah sakit akibat kondisi kesehatannya yang menurun. Meski kini sudah kembali ke rumah, kesehatannya masih belum sepenuhnya pulih.
“Kami sangat berharap hakim melihat aspek kemanusiaan dalam kasus ini. Jangan sampai seorang nenek yang sudah lanjut usia harus mengalami penderitaan akibat kesalahan dalam penegakan hukum,” katanya.
Menanggapi aksi tersebut, Juru Bicara Pengadilan Negeri Palembang, Khoiri Akhmadi, S.H., M.H., meminta para mahasiswa untuk tetap percaya pada sistem peradilan yang berlaku. Ia memastikan bahwa pihak pengadilan akan menangani kasus ini dengan seadil-adilnya.
“Kami memahami keresahan yang disampaikan oleh rekan-rekan mahasiswa. Namun, kami meminta agar proses hukum ini tetap dipercayakan kepada majelis hakim yang menangani perkara ini. Keputusan akan diambil berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan,” jelas Khoiri.
Ia juga mengingatkan bahwa aksi unjuk rasa harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, termasuk pemberitahuan kepada pihak kepolisian dan pengadilan terlebih dahulu.
“Sesuai dengan Undang-Undang, setiap aksi unjuk rasa harus diberitahukan lebih dulu kepada kepolisian dan pengadilan agar dapat difasilitasi dengan baik. Kami terbuka untuk menerima aspirasi mahasiswa, tetapi mari kita lakukan dengan tertib dan sesuai aturan,” pungkasnya.
Aksi damai ini menjadi bukti bahwa masyarakat, terutama mahasiswa, masih memiliki kepekaan tinggi terhadap isu hukum dan keadilan. Mereka berharap agar kasus nenek Ernaini ditangani dengan transparansi dan objektivitas, tanpa adanya kepentingan tertentu yang bisa mencederai prinsip keadilan.(Nan)