Jakarta -Newshanter.com,- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pilkada dengan calon tunggal bisa tetap digelar dengan cara referendum. Rakyat diberi opsi YA dan TIDAK untuk calon tunggal tersebut. Hakim konstitusi Patrialis Akbar memilih menolak putusan itu.
“Berdasarkan UU 42/2008, UU 15/2011, UU 8/2012 dan UU 8/2015 serta pengertian pemilihan dalam Black’s Law Dictionary bahwa prinsip asas pemilihan adalah LUBER dan Jurdil,” kata Patrialis kepada detikcom, Rabu (30/9/2015).
Alasan kedua, dalam pemilihan tersebut yang dipilih adalah subjek hukum yaitu pasangan calon. Alasan ketiga, pilkada bukan referendum sehingga tidak bisa dihadapkan pada setuju atau tidak setuju.
“Khawatir akan terjadi liberalisasi di mana pemilik modal akan membeli parpol parpol pengusul Pilkada,” demikian alasan keempat Patrialis.
Kelima, seharusnya calon independen yang dipermudah sehingga memungkinkan calon tunggal sangat tipis. Hal ini agar parpol secara dini mempersiapkan calon paslon sebagai bentuk rektrutmen politik.
“Apabila pasangan calon yang diajukan adalah tokoh sejati maka petahana akan bisa terkalahkan jadi nggak usah khawatir petahana tidak terkalahkan,” kata Patrialis membeberkan alasan ketujuh.
Alasan selanjutnya, UU a quo telah memberikan jalan keluar. Sebab jika hanya satu pasangan calon maka pelaksanaan Pilkada ditunda. Tahapan-tahapan Pilkada saat ini sudah berjalan sehingga tahapan tidak bisa terganggu karena tahapan tersebut satu kebaruan.
“Penyelenggara Pemilu KPU, BAWASLU dan DKPP tidak akan bisa memberlakukan secara adil karena hanya satu pasangan calon, jadi adil kepada siapa?” ujar Patrialis.
Kesebelas, dalam sejarah Perubahan UUD maupun dalam UUD 1945 serta seluruh UU tidak ada pemilihan dilakukan dengan model uncontested election.
“Pilkada dengan satu pasangan calon merupakan pilihan semu saja,” pungkas Patrialis mengeluarkan alasan pamungkasnya.
Namun pendapat Patrialis kalah oleh 8 hakim konstitusi lainnya sehingga MK memutuskan pilkada dengan calon tunggal tetap berjalan dengan opsi referendum, rakyat menyetujui calon atau tidak. Jika banyak yang setuju, maka calon itu menjadi kepala daerah tapi jika sebaliknya, maka pilkada ditunda.(DTC/NHO)